Fungsi Partai Masih Keteteran
Republika, 01 November 2011
Saat orang partai sibuk ekspansi ke berbagai lembaga negara, fungsi-fungsi partai justru mengalami kemandegan. Alhasil, partai di Indonesia tak ubahnya layang-layang. Setiap saat ditengadahi rakyat karena tingkah-polahnya, tapi tak kunjung benar-benar membumi. Kian tak mengakarnya partai-partai di Indonesia, dikonfirmasi Survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI).Dalam surveinya, Mei lalu, LSI mengajukan pertanyaan „Apakah Anda merasa lebih dekat dengan partai tertentu?” Sebanyak 78,8 persen atau mayoritas, menjawab „Tidak”. Hanya 20 persen yang menjawab „Ya”, dan selebihnya menjawab „Tidak tahu”. Kian tercerabutnya partai, juga ditandai dengan semakin rendahnya partisipasi pemilih dalam setiap pemilu. Pada Pemilu 2009 lalu, jumlah pemilih yang tak melaksanakan hak pilihnya telah mencapai 49,7 juta, atau sekitar 29 persen dari total jumlah pemilih terdaftar.
Indikator lainnya, partai-partai di Indonesia tak kunjung besar. Konsultan Pemilu Kemitraan, August Mellaz, bahkan mengatakan di Indonesia tak ada partai besar, karena partai terbesar di Indonesia hanya mampu meraih 20 persen suara. „Di Indonesia yang ada partai menengah,” katanya.
Dilihat dari perolehan suaranya, partai pemenang pemilu di Indonesia memang kian mini. Bila PDIP memenangkan Pemilu 1999 lalu dengan meraih 33 persen suara, Golkar memenangkan Pemilu 2004 dengan meraup 24,5 persen suara. Terakhir, pada Pemilu 2009 lalu, Partai Demokrat memenangkan pemilu hanya dengan memperoleh 21,6 persen suara.
Tidak mengakarnya partai di Indonesia, juga dikonfirmasi temuan Pipit R Kartawidjaja dari Watch Indonesia di Berlin. Pipit mengaku telah mengukur volatilitas pemilih dalam Pemilu 1999, 2004, dan 2009. Hasilnya, sekitar 30 persen. „Tingginya volatilitas itu, mengisyaratkan belum melembaganya partai atau belum mengakarnya partai di tengah masyarakat. Mungkin PKS merupakan pengecualian,” katanya.
Mesin pemilu
Alih-alih melakukan pendidikan politik secara sistematis, seperti yang kerap dilakukan partai kader, kebanyakan partai politik di Indonesia justru bertransformasi dari partai massa menjadi mesin pendulang suara, menjadi perahu yang disewakan untuk ditumpangi calon anggota legislatif, calon kepala daerah, dan calon presiden. Atau, dalam bahasa pengamat politik UGM, Ari Dwipayana, partai di Indonesia menjadi „partai elektoral” belaka. Ideologi, platform, program, menjadi nomor dua.
Daftar caleg yang diusung partai saat pemilu, juga memperlihatkan dengan jelas kemandegan kaderisasi partai. Orang-orang popular dan berduit bejibun menyesaki daftar caleg, sementara kader-kader partai yang berproses secara serius dalam kerja-kerja politik di partai, tenggelam. Tak heran bila kualitas lembaga legislatif kian menurun.
Pengamat politik LIPI, Lili Romli, mengatakan ada kekecewaan di kalangan masyarakat karena partai belum optimal melaksanakan fungsinya. Ketidakoptimalan itu, kata dia, antara lain karena partai masih lemah dari sisi kelembagaan, infrastruktur, sumberdaya, dan basis. Padahal, kata dia, sebagai pilar demokrasi, partai mestinya bersifat modern, kuat, dan aspiratif.
Karena itu, kata Lili, partai di Indonesia perlu membenahi diri. Caranya, antara lain, „Dari sisi infrastruktur, partai harus membangun kesekretariatannya. Harus mengakar di masyarakat. Harus melakukan kaderisasi secara terus menerus. Melakukan pendidikan politik secara kontinyu supaya di sana terbentuk kepribadian orang yang kuat tentang partai, tahu platform partai, dan sebagainya.“
Pengamat politik UI, Arbi Sanit, mengatakan jika mampu melaksanakan fungsinya seperti yang ditulis di UU Parpol, partai di Indonesia sudah dapat dikatakan professional. Persoalannya, sindir Arbi, „Itu kan hanya mengutip saja dari buku-buku teori. Mereka sendiri nggak mengerti artinya apa itu.”
Harun Husein
FUNGSI PARTAI POLITIK
Apa saja fungsi partai politik di Indonesia? Pasal 11 Undang-Undang Partai Politik merumuskan sebagai berikut:
– Sebagai sarana pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
– Sebagai sarana penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat.
– Sebagai sarana penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara.
– Sebagai sarana partisipasi politik warga negara Indonesia.
– Sebagai sarana rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.
Sumber: Pasal 11 UU Parpol
(-)