Promo Pariwisata dan Wajah Buram Indonesia
Indiependen.com, Juni 2013
http://indiependen.com/promo-pariwisata-dan-wajah-buram-indonesia/#more-1251
Kedatangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pembukaan pameran pariwisata internasional atau International Tourism Bourse (ITB) di Berlin, Jerman, disambut aksi unjuk rasa Watch Indonesia!. Aksi tersebut bertujuan menekankan bahwa kerjasama Jerman-Indonesia yang belakangan ini menghangat harus mengutamakan kesejahteraan rakyat dan perlindungan lingkungan hidup di Indonesia.
Unjuk rasa ini berlangsung di depan Pusat Pameran Internasional Berlin (ICC), tempat pembukaan pameran pariwisata internasional atau International Tourism Bourse (ITB) , Selasa (5/3/2013) sore. Watch Indonesia! berunjuk rasa dengan menggelar stan biro perjalanan yang menawarkan paket perjalanan wisata yang tidak ditawarkan agen perjalanan mana pun dalam International Tourism Bourse.
Salah satu contoh penawarannya adalah wisata Spa Lumpur Lapindo. Tawaran perjalanan lainnya adalah wisata kebebasan beragama ke Jawa Barat, wisata cari hutan dan orangutan di Kalimantan, wisata kemiskinan ibu kota Jakarta, wisata krisis air di Bali, dan wisata kebebasan berekspresi di Papua.
„Kami sangat mengerti bahwa dalam pameran semacam ini setiap negara berusaha menunjukkan sisi terbaiknya. Tetapi, pernyataan Presiden SBY baru-baru ini bahwa Indonesia bukan negara pelanggar HAM sangat dipertanyakan kebenarannya,” tegas Alex Flor dari Watch Indonesia!.
Organisasi tersebut juga mengkritik Pemerintah Jerman atas penjualan tank Leopard ke Indonesia. Menurut Watch Indonesia!, Pemerintah Jerman harus melihat kenyataan bahwa Indonesia masih harus memperhatikan jaminan terhadap hak-hak asasi manusia warganya.
Mereka mengklaim bahwa aksi ini didukung oleh individu dan organisasi-organisasi non-pemerintah di Indonesia, seperti Walhi Jatim, Elsham Papua, dan Kontras.
Andy Budiman dan Dyan Kostermans, kontributor Indiependen di Jerman melaporkan, sebelum malam pembukaan, Watch Indonesia! menggelar poster di depan pintu masuk pameran ITB. Gambar Indonesia yang hijau dan sering digunakan untuk kampanye pariwisata, disandingkan dengan hutan-hutan yang mulai gundul.
Bagi Indonesia pariwisata memberi kontribusi signifikan. Pemasukan dari sektor ini mengalahkan nilai ekspor pakaian jadi, barang elektronik, tekstil dan kertas. Sektor pariwisata merupakan salah satu penghasil devisa terbesar bagi Indonesia. Industri ini memberi kontribusi 4 persen PDB dan menampung sekitar 8,5 juta tenaga kerja akan tetapi sejumlah catatan buram mewarnai pundi devisa tersebut.
Setiap tahun jumlah turis asing yang datang ke Indonesia terus bertambah. Tahun 2012 jumlahnya mencapai 8 juta, naik dari 7,6 juta wisatawan pada tahun 2011. Tahun ini, Indonesia menetapkan target ambisius untuk memikat 9 juta turis.
Deforestasi Tertinggi
„Di sini (pameran ITB-red) kita melihat Indonesia menjual keindahan alam, hutan tropis yang masih utuh dan menjadi tempat tinggal orang utan. Padahal faktanya, itu hanyalah sebagian kecil yang masih tersisa, sebab banyak hutan telah ditebang habis dan orang utan tak bisa lagi tinggal di sana,” kata Alex Flor, Koordinator Watch Indonesia!.
„Yang dijual di pameran ini adalah sebuah taman safari yang luasnya terbatas. Orang barat harus tahu, ada banyak hal yang sudah berubah di Indonesia,” tambah Flor.
Sebuah peristiwa sempat terjadi, saat seorang pria berbadan tegap dengan rambut cepak menghampiri Alex Flor dengan nada mengancam, „Hati-hati, saya tahu siapa anda. Jangan macam-macam”. Laki-laki berjas rapi itu kemudian pergi dan menghilang.
Tapi Alex Flor tak peduli. Ia berharap, ITB akan membuat dunia lebih melihat Indonesia. „Mudah-mudahan para turis yang datang menjalin kontak langsung dengan masyarakat Indonesia, agar mereka melihat langsung persoalan yang sedang terjadi,” pesan Alex Flor.
Indonesia dipandang sebagai salah satu negara yang paling memiliki keanekaragaman hayati di dunia. Ironisnya, negara dengan percepatan kerusakan lingkungan dan laju deforestasi tertinggi di dunia, terjadi di Indonesia.
Pemerintah Indonesia mencatat hingga 2006, setiap tahun lebih 1 juta hektar hutan berkurang akibat penebangan liar, perluasan perkebunan sawit dan penambangan di wilayah hutan lindung. Terakhir angka itu turun menjadi 500 ribu hektar per tahun.
Tak hanya alam yang rusak, masyarakat juga mulai berubah. Syafiq Hasyim, Ketua Rois Syuriah atau Dewan Penasihat Pengurus Cabang Istimewa Nahdatul Ulama di Jerman yang sedang merampungkan studi doktoral tentang Islam Indonesia di Freie Universität Berlin, mengatakan, Indonesia sekarang sudah banyak berubah. Ia cemas karena 10 tahun terakhir masyarakat Indonesia semakin tidak toleran.
„Kalau satu atau dua tahun mendatang intoleransi tidak menurun, maka Indonesia tak layak lagi disebut negara toleran,” kata Syafiq. Ditambahkannya, „Publik Eropa dan dunia tidak bodoh, jika yang dijual dalam pameran ITB tidak sesuai kenyataan, maka jualan itu tidak akan ada nilainya.”
Sebelumnya, organisasi HAM Human Rights Watch menyerukan agar masyarakat internasional berhenti memberi contoh Indonesia sebagai negara yang toleran dan membeberkan data terkait meningkatnya kekerasan sektarian di Indonesia. „Menyebut Indonesia sebagai negara toleran, tidak akan mendukung Indonesia untuk melakukan perubahan menangani masalah intoleransi,” demikian Human Rights Watch.
Andy Budiman dan Dyan Kostermans
‘Si Pria Berbadan Tegap’
Jadi DPO Polisi Berlin
Ihwal pria berbadan tegap pengancam Alex Flor, Koordinator Watch Indonesia!, belakangan diketahui bernama Yoedhi Swastono, mantan Atase Pertahanan KSRI Serlin 2003-2006 (waktu itu masih berpangkat kolonel). Kini berpangkat Brigjen dan menjadi salah seorang anggota delegasi Indonesia dalam kunjungan Presiden SSY ke Bursa Turisme Internasional di Berlin, 5 Maret 2013 lalu. Pada Selasa Pon sore itu, menjelang kehadiran Presiden SSY, Watch Indonesia! melakukan aksi tandingan dengan membuka stan Indonesia non-resmi. Agaknya, kegiatan ini mengusik sang mantan atase militer itu. Dia nglurug laskar polisi Berlin yang berjaga-jaga di sana. Dia meminta agar aktivitas Indonesia dibubarkan. Namun ditolak, karena kegiatan Watch Indonesia! terdaftar resmi.
Kepada Watch Indonesia!, kepolisian Jerman menuturkan, bahwa delegasi Indonesia „sangat gugup“. Karena gagal, Yoedhi memerintahkan beberapa mahasiswa Indonesia yang dipekerjakan sebagai tenaga honorer KBRI Berlin membuat pagar betis di depan stan Watch Indonesia!. Tujuannya, mengarahkan para pengunjung ke tempat pameran, dan sekaligus mencegah yang berniat bertandang ke stan Watch Indonesia!. Tapi, perbuatan inipun dibubarkan kepolisian Berlin. Maklum, di Jerman, kegiatan-kegiatan serupa yang terdaftar resmi, termasuk demonstrasi, memperoleh perlindungan hukum, agar kebebasan berekspresi dan berpendapat terjamin. Brigjen Yoedhi kian kalap. Melupakan misinya sebagai anggota delegasi yang harus menjaga nama baik Indonesia dan kedudukannya sebagai tamu. Kejengkelan sang perwira tinggi itu dilimpahkan kepada Alex Flor, warga negara Jerman dan tuan rumah.
Merasa diremehkan Alex Flor, kemarahan Yoedhi lantas dilimpahkan kepada Erwin Sutanto, arek Suroboyo dan dewan pengurus Watch Indonesia!. Kepada Erwin, sang jenderal menumpahkan kemarahan khas jaman Orde Baru. „Coba kalau kamu di Jakarta sudah saya bunuh,“ Yoedhi Swastono mengancam, „Saya akan bunuh kamu pelan-pelan“. Peristiwa itu kemudian dilaporkan secara resmi oleh Watch Indonesia! kepada kepolisian Berlin. Berdasar laporan itu kepolisian Berlin sudah melakukan pemanggilan sebanyak tiga kali, tapi yang bersangkutan mangkir. Karena itu kepolisian Berlin menetapkan Yoedhi dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). „Kalau Yoedhi muncul di Berlin pasti ditangkap,“ kata Alex Flor.
ANDY’ BUDIMAN
DY’AN KOSIERMANS