Pakar Prediksi Money Politic Tetap Marak di Pemilu 2014
Berita Metro, 22 November 2013
Surabaya (BM) – Sejumlah pihak masih menyangsikan pelaksanaan Pemilu 2014 nanti bisa bersih dari praktik money politic dan jual beli suara. Jika bercermin pada lemahnya kontrol dan pengawasan dari Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu, potensi terjadinya kecurangan itu boleh jadi masih sangat terbuka.
Demikian analisa Pakar Matematika Pemilu, Pipit Rochijat Kartawidjaja. Pegawai Publik di LASA Brandenburg Jerman ini menerangkan, Pelaksanaan pemilu yang bersih, jujur dan adil adalah impian semua masyarakat. Tapi dalam realisasinya hal itu tidak bisa diterapkan. Bahkan pemilu tidak pernah lepas dari tindak kecurangan.
“Ada keinginan yang saat ini tidak terealisasi. Yakni, melihat pelaksanaan pemilu berjalan secara jurdil,” jelasnya daalm sebuah acara diskusi bertajuk Potensi Kecurangan Pemilu 2014 di Surabaya, Kamis (21/11).
Pipit memaparkan, pelaksanaan pemilu di indonesia ini tidak bisa bersih dari yang namanya kecurangan dikarenakan pemilihan terbuka ini dilakukan secara nasional dan serentak. Sehingga kontrol dalam pelaksanaanya kurang maksimal. Menurut Pipit, seharusnya dipisah antara pileg nasional dan daerah agar pemerintah daerah bisa mengontrol sendiri penyelenggaraan di masing-masing daerahnya.
“Bahkan dengan adanya otonomi daerah anggaran pun bisa dilimpahkan di daerah dengan begitu tidak hanya kontrolnya saja yang lebih baik tapi juga meringankan beban pemerintah pusat dalam segi anggaran,” tuturnya.
Dia menambahkan kecurangan yang pasti terjadi dalam pemilihan terbuka dengan sistem suara terbanyak ini adalah jual-beli suara. Para caleg dalam proses pileg ini dipastikan akan mengeluarkan uang banyak untuk mendapatkan dukungan dan mayoritas dari mereka yang sudah mengeluarkan uang banyak juga tidak ingin rugi dalam artian harus mendapatkan kursi. Sehingga hari H pemilihan, transaksi untuk mendapatkan suara terbanyak pun akan dilakukan.
“Untuk itu pemerintah harus mengkaji kembali sistem pemilihan terbuka suara terbanyak ini dikembalikan seperti dulu atau bagaimana yang pasti tidak melepas azas demokrasi,” tutupnya. (vic/arw)