Empat Keberatan Penerapan “Presidential Treshold” WIB
Gatra.com, 10 Oktober 2012
http://www.gatra.com/politik-1/19058-empat-keberatan-penerpan-presidential-treshold-wib.html
Jakarta, Gatranews – Watch Indonesia! Berlin, mengungkapkan empat keberatannya terhadap penerapan “presidential thershold”, karena akhirnya parpol terkuat dalam koalisilah yang berhak mengajukan calon presiden. “Ada empat keberatan terhadap penerapan ‘presidential threshold’,” kata pengamat politik Watch Indonesia! Berlin, Pipit R Kartawijaya pada acara “Dialog Publik Menyoal Presidential Threshold Menjaring Capres Pilihan Rakyat” yang digelar 7 Strategic Studies di Jakarta, Rabu, (10/10).
Pipit merinci, keberatan tersebut, pertama, istilah ‘presidential threshold’ yang ‘dipasarkan’ di Indonesia salah kaprah seperti istilah ‘electoral treshold’. Kedua, menurut Pasal 6 A ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan, “Pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.”Pasal UUD itu, sama sekali tidak menyebutkan persyaratan persenan calon presiden dan wakil presiden. Apa saya keliru membacanya,” ujar Pipit.
Ketiga, imbuhnya, partai politik yang selalu menjadi bos pemerintah itu, selamanya terjadi dalam sistem parlemen. Perdana menteri umumnya berasal dari parpol terkuat dalam mayoritas parlemen. Sebaliknya, presidensialisme memberikan peluang bagi calon independen.
“Calon independen, menurut UUD 1945 juga bisa diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol atau tidak ada larangan menjaring capres lewat primaries atau conventions,” paparnya.
Dan keberatan keempat, Pasal 5, 20, dan 22 UUD 1945 mengisyaratkan, demokrasi pilihan adalah demokrasi konsesual atau konkordans, sehingga presidensialisme negara ini, adalah parlementarisasi presidensialisme, alias bukan presidensialisme murni.”Artinya, presiden dipaksa bersejoli dengan legislatif dan perlu dukungan mayoritas legislatif atau DPR,” ujarnya.
Karena parlementarisasi presidensialimse, presiden memiliki berbagai jurus tumbalnya parlementarisasi presidensialisme, yakni koalisi formal tanpa fraksi pemerintah yang tinggi, kooptasi parlemen melalui pembentukan kabinet, penciptaan kutu loncat DPR memanfaatkan legilator trustee, dan pembentukan sekgab.
Kemudian jurus lainnya, yakni kooptasi non parlemen non-parlemen untuk menekan DPR, pembuatan perpu sebagai senjata menekan DPR, mogok membuat PP untuk menekan DPR, dan eksekutif menyelundupkan ke dalam legislatif dalam birokrasi.”Alhasil, sesuai UUD 45, calon presiden itu cuma perlu datang dari usulan parpol atau gabungan parpol sebelum pemulu dan tak ada larangan melalui pra pemilu, primaria atau konvensu dan tanpa persenan persyaratan,” pungkasnya. (IS)