Partai Lokal dan Partai Nasional
Merdeka.com, 22 Agustus 2013
http://www.merdeka.com/khas/partai-lokal-dan-partai-nasional-kolom-sableng.html
Penulis: Pipit Kartawidjaja
Memang luar biasa tim bal-balan Bayern Muenchen atau Bayern Munich itu. Tahun ini sukses mewujudkan dirinya sebagai treble winners: juara Liga dan Pokal Jerman serta Liga Champions Eropa. Sejak Bundesliga (Liga Bal-Balan Jerman) dibentuk 1962, Bayern Munich alias Die Roten (Si Merah), 22 kali juara Liga Jerman, 16 kali juara Pokal Jerman dan 5 kali juara Liga Champions Eropa. Maka, bukan saja The East is Red macam di tanahnya Mao Zedong, tapi di Bayern juga.
Bayern atau Bavaria adalah salah satu suku bangsa dan negara bagian (setara provinsi) Republik Federasi Jerman (RFJ). Ibu kotanya: Muenchen atau Munich.
Saat ini, Bavaria merupakan daerah termakmur, berangpau kuat. Sebab kewajiban konstitusi, RFJ mengenal subsidi vertikal (pusat ke provinsi miskin) dan subsidi horizontal (provinsi kaya ke provinsi miskin). Maka 2011 misalnya, Bavaria wajib nyetor subsidi horizontal sebesar 3,66 miliar Euro. Dan bukan ke pusat dulu, lalu pusat yang mbagiin.
Kontrasnya negara bagian miskin Berlin, yang 2011 nadah subsidi vertikal 2,53 miliar euro dan ngalab subsidi horizontal 3,04 miliar Euro.
Wajarlah jika partai penguasa di sana, CSU (Christlich-Soziale Union alias Uni Kristen Sosial, beraroma PKS alias Partai Kristen Sosial) lalu kerap sesumbar sebagai babah pembangunan, lantaran keberhasilannya membangun daerah.
Maklum, sampai 1986, Bavaria penerima subsidi vertikal dan horizontal. Sejak 1989, Bavaria berwujud jadi cukong.
CSU adalah partai lokal (parlok), yang hanya ada di Bavaria dan bermarkas besar (mabes) di Munich, bukan di ibukota RFJ. Sejak RFJ berdiri, CSU itu partai dominan di DPRD Bavaria, kecuali tahun 1950 dan 1954: 4 kali mayoritas sederhana (43,4% s/d 48,1%) dan 10 kali mayoritas mutlak (52,3% s/d 62,1%).
Akibat parlementerisme, sejak 1957 CSU juga penguasa di daerahnya. Agaknya, parlok CSU didukung penuh oleh masyarakat setempat. Bahkan, berkat tingginya peraupan suara di Bavaria, CSU berhak berlegislator di Bundestag (DPR Jerman), karena selalu sukses lolos dari santet ambang batas parlemen nasional 5%.
Di Indonesia, yang boleh berpemilu legislatif 2014 adalah partai nasional (parnas), bermabes di Jakarta, memiliki kepengurusan di seluruh provinsi, di 75% jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan dan di 50% jumlah kecamatan di kabupaten/kota yang bersangkutan. Akibat bersangkut-sangkutan, banyaklah yang kesangkut. Alias, nasional itu syaratnya lokal berlokasi, dari atas ke bawah.
Kalau sudah lolos berparnas, mesti pula lolos santet ambang batas perolehan suara (beken sebagai Parliamentary Threshold alias PT) minimal 3,5% dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota. Kalaupun lolos 3,5%, parnas belum tentu berkursi, sebab ditunggui oleh hantu ambang matematikal berupa besaran daerah pemilihan (dapil). Dan tak jarang, tuyul PT lahap nggangsir kursi partai tergurem di dapilnya.
Buntut-buntutnya, jika dalam pemilu 2009 partai masih berpeluang ber-DPRD meski gagal ber-DPR, maka buat pemilu 2014 setelnya bumi hangus. Ber-DPR syarat ber-DPRD.
Tradisi mesti parnas itu barangkali gara-gara Nusantara itu keturunan wayang. Sesuai gaiban berbagai versi, asal usulnya wangsa wayang itu bermula dari kesibukan di pusat, yaitu di Jonggringsalaka, lokasinya para dewata, makhluk berakiu langitan dan mbahnya cukong. Akibat berjibunnya anak dan cucu semasa Hyang Jagatnata, pusat jadi padat penghuni. Maka, dibukalah cabang-cabang di daerah. Misalnya Astina, yang wilayahnya mekar jadi Amarta dan Awangga. Kelaknya, Astina buka cabang di Dhaha, lalu Medangkamulan, lantas Majapahit, dilanjutkan Mataram, terus Surakarta dan bablasannya Republik Indonesia. Agaknya, daerah hanya ada kalau ada pusat.
Kalau begitu, dari bawah ke atas bukan budaya wayang. Terkecuali Aceh. Asma pemikat sukma buat menyihir Gerakan Aceh Merdeka jadi wayang ada klepek-klepek menghadapi pelet pengasihan Mbok ojo Urakan (MoU) Helsinki.