Kursi Siluman Masih „Gentayangan“
Jurnal Nasional, 04 Agustus 2008
by : Arjuna Al Ichsan
RIBUAN warga Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) tak banyak yang tahu jika suara yang mereka berikan dalam Pemilu 2004 tak mendapatkan keterwakilan yang layak di DPRD Kabupaten Nunukan. Pasalnya, dari kuota 13 kursi wakil rakyat yang seharusnya dialokasikan di kecamatan tersebut dengan jumlah penduduk mencapai 53 ribu lebih jiwa hanya diberikan 10 kursi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Nunukan saat penetapan hasil Pemilu 2004.
Sementara, alokasi kursi untuk kecamatan atau gabungan kecamatan lainnya di kabupaten itu seakan-akan mendapatkan durian runtuh dengan hadirnya tambahan alokasi kursi wakil rakyat secara tiba-tiba bak siluman. Usut punya usut ternyata kursi siluman itu berasal dari alokasi tiga kursi yang hilang dari kecamatan Nunukan.
Warga Kecamatan Mayangan, Kota Probolinggo, Provinsi Jawa Timur (Jatim) juga mengalami kejadian serupa. Kecamatan berpenduduk 108 ribu jiwa lebih itu seharusnya mendapatkan jatah 16 kursi wakil rakyat dari 30 kursi di DPRD Kota Probolinggo. Nyatanya, pada pemilu lalu KPU Kota Probolinggo menetapkan Kecamatan Mayangan hanya kebagian 12 kursi wakil rakyat.
Warga di kecamatan lainnya di Kota Probolinggo pun otomatis mendapatkan alokasi kursi tambahan. Warga Kecamatan Wonoasih misalnya tiba-tiba mendapatkan dua kursi wakil rakyat tambahan dari tujuh kursi yang idealnya patut mereka terima.
Awal Juli lalu Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) dan Watch Indonesia merilis temuan mereka bahwa pada Pemilu 2004 keberadaan kursi wakil rakyat siluman tidak hanya terjadi di Kabupaten Nunukan dan Kota Probolinggo saja. Namun, keberadaan kursi wakil rakyat siluman itu tersebar di 15 DPRD provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia, seperti Provinsi Jatim, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Kabupaten Simalungun, Kabupaten Sarolangun, dan Kota Samarinda.
Direktur SPD August Mellaz mengatakan keberadaan kursi wakil rakyat siluman itu disebabkan salah perhitungan oleh KPU daerah setempat saat penetapan hasil pemilu. Demi pemenuhan prinsip proporsionalitas dan keterwakilan dalam Pemilu 2009 sepatutnya kekeliruan seperti ini diperbaiki oleh KPU.
„KPU wajib mengembalikan hak keterwakilan yang hilang kepada seluruh daerah pemilihan yang tercederai selama ini,“ kata August kepada Jurnal Nasional. Namun, tampaknya keberadaan kursi wakil rakyat siluman itu tetap akan dipertahankan pada pemilu mendatang. Pasalnya, Undang-Undang (UU) Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Nomor 10 Tahun 2008 menyatakan alokasi kursi dan daerah pemilihan (dapil) DPRD provinsi dan kabupaten/kota sama dengan pemilu sebelumnya.
Ibarat pasal pamungkas KPU pun sebagai penyelenggara pemilu tak dapat berbuat banyak guna memperbaiki kekeliruan alokasi kursi yang terjadi pada 2004 lalu. KPU lebih memilih membiarkan kursi-kursi wakil rakyat siluman itu dialokasikan kembali di masing-masing daerah daripada nantinya menuai gugatan sekelompok masyarakat atau peserta pemilu karena dinilai telah melanggar UU.
Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Dapil KPU Andi Nurpati mengatakan dalam Pemilu 2009 KPU hanya menata dapil dan alokasi kursi di daerah yang mengalami penambahan jumlah penduduk signifikan dari Pemilu 2004 dan daerah pemekaran. „KPU sebenarnya ingin menata dapil seperti range 3-12 itu. Tapi kembali ke UU tidak memberikan kelonggaran,“ kata Andi Nurpati.
Wakil Ketua Pokja Dapil KPU I Gusti Putu Artha pun pasrah melihat kondisi KPU yang serba sulit tersebut. Dia mengatakan persoalan dapil dan alokasi kursi yang keliru pada 2004 mau tidak mau tidak akan terselesaikan di 2009. Saat ini KPU telah menetapkan sebaran dapil dan alokasi kursi untuk DPRD provinsi dan kabupaten/kota di Pemilu 2009. Peraturan dapil dan alokasi kursi ini pun telah disampaikan kepada seluruh pengurus parpol peserta pemilu di pusat dan daerah sebagai pedoman pengajuan caleg Agustus mendatang.
Ke depan KPU hanya bisa mengusulkan kepada DPR agar kekeliruan dalam penetapan dapil dan alokasi kursi DPRD di sejumlah daerah itu dapat terselesaikan pada pemilu-pemilu mendatang melalui undang-undang. <>