Dapil 2009 Berpotensi Langgar UU
Banjarmasin Post, 31 Juli 2008
http://www.banjarmasinpost.co.id/content/view/43578/627/
Laporan: MI/Hendra Makmur
JAKARTA, BPOST – Basis data kependudukan yang akan digunakan KPU sebagai dasar untuk menetapkan daerah pemilihan (dapil) dan alokasi kursi dipertanyakan. Pasalnya data penduduk potensial pemilih pemilu (DP4) dari Depdagri belum final, padahal dapil dan alokasi kursi harus segera ditetapkan.
Koalisi LSM Gabungan Non Funding Organization (Ganofo) yang terdiri atas Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Indonesia, Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD), Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) dan Watch Indonesia mengingatkan, hal ini berpotensi melanggar UU Pemilu.
Direktur LIMA Indonesia Ray Rangkuti usai bertemu Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie, mengatakan, Komisi II DPR perlu menfasilitasi koordinasi antara Depdagri dan KPU agar data kependudukan segera diselesaikan.
“Koordinasi antara KPU dan Depdagri lemah dalam rangkat memenuhi tenggat waktu tersedianya DP4 yang akurat. Batas waktu ini penting agar tidak terulang peristiwa penambahan jumlah penduduk dalam waktu beberapa bulan menjelang Pemilu. Ini bisa berakibat penambahan jumlah kursi di dapil tertentu seperti pada Pemilu 2004.”
Pada Pemilu 2004, menurut Ray, setidaknya terdapat kekeliruan di 15 provinsi, kabupaten dan kota. Antara lain Jawa Timur, NTT, Kabupaten Simalungun (Sumut), Kabupaten Sarolangun (Jambi), Kabupaten Bengkulu Utara dan Mukomuko (Bengkulu), Kabupaten Karimun (Kepri), Kota Padang (Sumbar), Kabupaten Lahat (Sumsel), Kabupaten Purwakarta (Jabar), Kota Probolinggo (Jatim), Kabupaten Madiun (Jatim) serta Kabupaten Berau dan Nunukan (Kaltim).
Ray mencontohkan, di Dapil Jatim 9 (Bojonegoro, Lamongan, Tuban dan Gresik) untuk kursi DPRD Jatim semestinya kursinya semestinya 13 bukan 12 seperti yang ditetapkan KPU. Sementara di Jatim 10 (Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep) yang semestinya sembilan kursi ditetapkan menjadi 10 kursi.
Contoh lain di Dapil NTT 1 (Kupang Kota, Kupang dan Rote Ndao) untuk kursi DPRD NTT yang semestinya sembilan kursi ditetapkan KPU 10 kursi. Sementara, di NTT 7 (Alor, Flores Timur dan Lembata) yang semestinya tujuh kursi ditetapkan KPU enam kursi.
Menurut Ray, hal ini menimbulkan ketidakadilan. “Padahal penetapan kursi di Dapil oleh KPU harus menjamin prinsip keterwakilan dan proposionalitas,” tegasnya.
Ganofo mempertanyakan antisipasi KPU untuk mengatasi masalah tersebut. “Karena berdasar ketentuan UU Pemilu, ada semangat untuk sedapat mungkin tidak mengubah jumlah kursi maupun peta dapil Pemilu 2004.”
Padahal, lanjutnya, fakta menunjukkan telah terjadi pencideraan hak keterwakilan pada sejumlah dapil yang mengakibatkan hilangnya kursi keterwakilan. “Oleh karena itu antisipasi perlu dilakukan KPU sebagai bentuk remedi bagi hilangnya hak keterwakilan yang hilang tersebut,” tuturnya. <>