Refleksi Proklamasi 17 Agustus 1945
17. Agustus 2004
SIARAN PERS
“Kami Korban Pelanggaran HAM Menyatakan Cuti Sebagai Warga Negara Indonesia, karena Negara Belum Menjamin Kemerdekaan dan Hak Asasi Kami”
Indonesia belum keluar dari krisis. Elite politik justru membuat rakyat terpuruk semakin mendalam. Korupsi, beban hutang dan penghapusan subsidi, ketimpangan pembangunan pusat-daerah, bertambahnya jumlah pengangguran, penggusuran dan penghancuran ekonomi rakyat serta lingkungan hidup berkait-kelindan dengan krisis politik yang sangat hebat. Cita-cita reformasi dan demokrasi diselewengkan, dan kaum elite – dengan sedikit perkecualian – hanya sibuk merebut dan mempertahankan kekuasaan mereka. Pemilihan umum yang baru lalu memperlihatkan bahwa kekuatan Orde Baru pun masih sangat berpengaruh. Dengan kata lain reformasi gagal menarik garis batas yang jelas dengan rezim Orde Baru. Akibat dari semua ini adalah terancamnya kelangsungan hidup kita sebagai bangsa.
Upaya menyatukan agenda dan gerak bersama masyarakat warga untuk meraih dan mendesakkan keadilan mesti terus diperjuangkan, dievaluasi dan diperbarui. Melihat daftar tugas yang begitu panjang, sudah barang tentu diperlukan prioritas yang memang menyentuh sampai ke akar persoalan.
1. Pendidikan politik untuk rakyat yang memang mutlak diperlukan untuk melawan pembodohan dan manipulasi yang dilakukan penguasa. Pendidikan ini hendaknya bertolak dari konteks persoalan nyata yang dihadapi oleh kelompok-kelompok di tingkat akar rumput. Pendidikan politik ini dilangsungkan sejalan dengan praktek demokrasi langsung di tingkat basis dan gerakan pers independent.
2. Hentikan korupsi dan batasi kekuasaan konglomerat yang menjerat kehidupan rakyat. Rakyat perlu memikirkan tindakan langsung untuk memerangi korupsi pejabat dan menghentikan kekuasaan konglomerat yang seolah tak terbatas. Jenderal Suharto sebagai biang dari rezim Orde Baru harus diadili, pemerintah harus aktif menghentikan para pejabat dan perusahaan yang terlibat korupsi, sementara rakyat dapat melancarkan aksi boikot, penyitaan, dan pengucilan social.
3. Perlindungan hak bekerja dan peningkatan anggaran pendidikan dan kesehatan sebagai landasan strategi rakyat untuk keluar dari krisis.
4. Hentikan penjarahan lingkungan dan sumberdaya alam yang menjadi strategi penguasa untuk keluar dari krisis. Kita perlu menuntut agar para pencemar lingkungan hidup diadili, dan mengambil tindakan langsung memboikot semua produk yang mereka keluarkan.
5. Perlindungan terhadap perempuan sebagai kelompok yang sangat menderita di masa krisis. Gerakan mendesakkan keadilan dapat terarah pada sejumlah rancangan undang-undang yang membela hak perempuan maupun pembelaan langsung pada perempuan korban di mana pun.
6. Mengawasi dan membatasi pembangunan mall dan rumah mewah yang membatasi ruang hidup rakyat kecil mayoritas penduduk negeri ini. Kelompok-kelompok di tingkat akar rumput perlu menyampaikan usulan konkret mengenai penataan ruang hidup di daerah perkotaan yang lebih berpihak pada rakyat.
7. Penataan hak rakyat atas tanah yang sekarang dikuasai – dan kadang dibiarkan terlantar – oleh para konglomerat. Aksi mengembalikan tanah rakyat untuk tujuan kesejahteraan bersama dan melawan penjarahan oleh penguasa sudah sepatutnya didukung. DPR pun harus mengeluarkan undang-undang yang mengatur masalah ini lebih jauh.
8. Hentikan praktek impunity (kejahatan tanpa hukuman) yang merajalela di negeri ini dengan menyeret para pelanggar hak asasi manusia ke pengadilan. pada korban, termasuk para pengungsi saat ini, berhak atas kebenaran dan keadilan. Dan menjadi tugas gerakan rakyat untuk menuntut keduanya
ditegakkan.
9. Hentikan militerisme dan premanisme yang sudah menjadi benalu bangsa ini. Sudah sepatutnya rakyat menuntut agar TNI melanjutkan agenda reformasinya, kembali kepada fungsinya di bidang pertanahan dan taat pada kekuasaan sipil. Kelompok preman berseragam dalam bentuk satgas parpol dan lainnya sudah sepatutnya dibubarkan karena hanya menciptakan kekacauan, masalah dan menghambat usaha rakyat keluar
dari krisis.
10. Membuat system pajak yang adil untuk menghindari proses ‘yang kaya semakin kaya, dan yang miskin semakin miskin’ seperti terjadi di Indonesia sekarang. Kenyataan bahwa rakyat miskin memberi subsidi kepada orang kaya harus diakhiri sekarang juga. Demokrasi langsung termasuk penyusunan anggaran dapat menjawab berbagai masalah menyangkut distribusi kekayaan secara merata.Tidak ada lembaga pemerintah atau kekuatan politik formal yang dapat diandalkan untuk menyatukan agenda ini. Harapan terletak justru di pundak setiap warga sendiri. Dengan menyatukan kekuatan pro-demokrasi dan keadilan, cendekiawan dan rohaniawan dari seluruh agama dan kepercayaan, maka
harapan kita untuk melawan kekuatan konspirasi destruktif – konglomerat, birokrat dan militer – akan tetap hidup. Inilah jalan rakyat untuk mewujudkan keadilan social serta memulihkan kehidupan bangsa dari beragam krisis.1. Paguyubuan Warga Anti Penggusuran (PAWANG)
2. Federasi Organisasi Buruh Migran Indonesia (FOBMI)
3. Forum Keluarga Korban Mei 1998 – Semanggi I & II
4. Ikatan Keluarga Orang hilang Indonesia (IKOHI)
5. Imparsial
6. Jaringan Kerja Budaya (JKB)
7. Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Indonesia (PBHI)
8. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta
9. Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP)
10. Brantas
11. Pergerakan Indonesia
12. Institut Ungu
13. Forum Sosial Jakarta
14. Sanggar Orang Muda Merdeka (SOMM)
15. Komunitas Rumput
16. Watch Indonesia!
17. Ciliwung MerdekaJakarta, 17 Agustus 2004