Sebaiknya KPU Atur Dapil DPR Yakin Bisa Tata Daerah Pemilihan
Kompas, 03 Maret 2008
Jakarta, Kompas – Penataan daerah pemilihan atau dapil anggota DPR terkait dengan besaran daerah pemilihan yang berubah menjadi 3-10 kursi semestinya ditugaskan kepada Komisi Pemilihan Umum saja.
Ketua Bidang Politik Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Sabtu (1/3), memprediksi, DPR akan kesulitan merampungkan penetapan daerah pemilihan anggota DPR sebagai lampiran Undang- Undang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD.
Meski demikian, Anas akan menganggapnya sebagai prestasi yang hebat jika DPR bisa menyelesaikan soal daerah pemilihan tersebut.
Anas yang juga mantan anggota KPU menyarankan lebih baik jika DPR hanya menetapkan alokasi kursi DPR untuk setiap provinsi sebagai lampiran.
Selebihnya, pemetaan dan penetapan daerah pemilihan diserahkan kepada KPU sebagaimana pada Pemilu 2004. Hal itu pun tidak mudah dikerjakan dalam waktu singkat.
Salah satu soalnya, belum jelas data penduduk yang dijadikan acuan dalam penetapan alokasi kursi berikut pemetaan daerah pemilihan. DPR dan pemerintah sendiri berketetapan bahwa kursi DPR bertambah 10 kursi menjadi 560 sehingga mesti diperjelas distribusi tambahan kursi tersebut.
Tidak sulit
Ketua Panitia Khusus RUU Pemilu Ferry Mursyidan Baldan (Fraksi Partai Golkar) sebaliknya menilai, penataan daerah pemilihan anggota DPR tidak akan menyulitkan DPR.
Ferry optimistis tugas menata kembali daerah pemilihan anggota DPR bisa tuntas disampaikan saat rapat paripurna DPR pengesahan RUU Pemilu, Senin ini. Dengan ketentuan baru bahwa besaran daerah pemilihan anggota DPR 3-10 kursi, praktis hanya 11 daerah pemilihan pada Pemilu 2004 yang harus dipetakan kembali karena jumlah kursi yang diperebutkan di daerah pemilihan itu lebih dari 10 kursi.
Namun, menurut catatan Pipit R Kartawidjaja dari Watch Indonesia di Berlin, penataan hanya 11 daerah pemilihan anggota DPR tidak menjawab persoalan yang alot diperdebatkan saat pembahasan RUU. Ketimpangan nilai kursi DPR bukan hanya terjadi antarprovinsi, tetapi di dalam satu provinsi pun ditemukan perbedaan nilai.
Misalnya saja pada Pemilu 2004, DKI Jakarta terbagi atas dua daerah pemilihan, masing- masing 12 kursi dan 9 kursi. Apabila hanya daerah pemilihan yang memiliki 12 kursi yang ditata (karena lebih dari ketentuan 10 kursi), hal itu akan menimbulkan ketimpangan. (dik)