Pernyataan Bersama tentang Tanggung Jawab Negara dalam Menjamin Keselamatan dan Keamanan Warga Pejuang Hak-Hak Asasi Manusia
03 April 2002
Pernyataan Bersama
Serangan brutal yang dilakukan oleh milisi sipil terhadap para anggota Jaringan Rakyat Miskin Kota (RMK) pada tanggal 28 Maret 2002 adalah peristiwa penyerangan fisik yang kesekian kalinya terjadi terhadap rakyat dan pekerja pembela hak asasi manusia dari kalangan masyarakat sipil. Untuk Jakarta saja, pada bulan Maret 2002 sudah tercatat 3 kali insiden serupa: penghancuran kantor dan penyerangan terhadap aktivis Kontras (13 Maret 2002), penyerangan terhadap Jaringan RMK yang sedang mengemukakan pendapat di muka umum di depan Balai Kota DKI Jakarta (13 Maret 2002) dan penyerangan di kantor Komnas HAM Jakarta (28 Maret 2002). Komnas HAM sendiri, sebagai institusi HAM Nasional yang dibentuk oleh pemerintah, juga telah terjadi berulang kali menjadi korban pengrusakan dan penyerangan. Pola-pola penyerangan fisik yang serupa juga mulai muncul di berbagai tempat dan wilayah di Indonesia lainnya.
Dalam tiga insiden terakhir, polisi sebagai aparat keamanan ternyata tidak mampu mencegah ataupun, setelah kekerasan terjadi, tidak mampu mengamankan warga dari serangan-serangan pelaku kekerasan. Pada insiden 13 Maret 2002 di depan balai kota, misalnya, hanya ada beberapa polisi dan banyak Banpol, tetapi semua mereka hanya menonton, walaupun massa FBR telah merampas spanduk Jaringan RMK, mulai menyerang warga dengan ancaman golok dan senjata tajam lainnya. Pada insiden 28 Maret di halaman kantor Komnas HAM, polisi seharusnya sudah mengantisipasi kemungkinan serangan oleh FBR, karena insiden dan ancaman-ancaman yang sudah secara terbuka dikeluarkan oleh FBR sebelumnya.
Sebagaimana telah terbukti di berbagai wilayah negeri, pola-pola penyerangan semacam ini merupakan sebuah strategi adu domba rakyat dan, jika dibiarkan terus, akan memperbanyak peristiwa-peristiwa kekerasan horizontal yang memanipulasi identitas kesukuan, keagamaan, etnisitas dan sentimen primordial lainnya. Permasalahan sesungguhnya, sebagaimana yang disinyalir pada insiden-insiden sebelumnya seperti kasus Maluku, Poso Sanggau, Timor Timur dan lainnya, adalah pertrungan antar elit politik dan elit ekonomi memperebutkan sumber daya dan kuasa. Dengan semena-mena mereka menggunakan kekuatan uang untuk mengadu fisik sesama massa rakyat miskin dan menjadikan mereka korban. Tanpa kesigapan aparat kepolisian untuk mencegah dan/atau mengamankan warga dari penyerangan-penyerangan seperti ini, maka akan semakin banyak anggota masyarakat jatuh sebagai korban.
Praktek-praktek di atas adalah langkah mundur yang jauh dari upaya penguatan proses demokratisasi dan penghormatan kepada prinsip hak asasi manusia dan kedaulatan rakyat dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat kita.
Berdasar berbagai kenyataan dan pertimbangan di atas, kami mendesak:
1. Aparat kepolisian harus membongkar dan menemukan para aktor intelektual di belakang penyerangan-penyerangan terhadap warga dan aktivis pembela HAM, serta jaringan kerja mereka yang melakukan penghasutan, praktik adu domba dan pembayaran di lapangan.
2. Polisi sebagai aparat keamanan sipil, cq Kapolri dan Kapolda beserta jajaran aparatnya, harus menggunakan kewenagannya secara maksimal dan melakukan langkah-langkah konkret mengusut tuntas, termasuk membawa para pelaku ke pengadilan, kasus-kasus penyerangan terhadap kantor Kontras, Jaringan Masyarakat Sipil Kota dan kantor Komnas HAM.
3. Polisi, sebagai aparat keamanan negara yang harus independen dari intervensi dan tekanan politis dan finansial dari pihak manapun, harus sungguh-sungguh memegang peran dan amanat rakyat ini dalam menuntaskan kasus-kasus di atas.
Jakarta, 3 April 2002Atas nama kelompok masyarakat sipil
Bakti Pertiwi, Berantas, BPSDM Surakarta, CCDE Banda Aceh, Forum Pemerhati Masalah Perempuan Sulsel, Elsam, Fakta, FKGMNU, FNPBI, FPPI, Gerakan Anti Mobil Mewah (GAMM), Gerakan Sayang Siswa Sulsel, ICEL, ICW, INFID, INSIST Yogyakarta, ISJ, JARI Indonesia, Jaringan Kerja Lembaga Pelayanan Kristen (JKLPK), Kalyanamitra, Kelompok Konsumen Antang dan Banta-bantaeng Sulsel, Kembang Pala, Koalisi Perempuan Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi, Koalisi Perempuan Wilayah Sulsel, KM IAIN Jakarta, Komnas Perempuan, Komnas Perlindungan Anak, KONTRAS, Seknas-KOPBUMI, KPP PRD, LBH APIK, LBH APIK Makasar, LBH Jakarta, LBH Rakyat, LMND, PBHI, Pelangi Indonesia, Sanggar Ciliwung, Serikat Becak Jakarta (Sebaja), Serikat Buruh Jabotabek (SBJ), SHMI, SIKAP, Solidaritas Perempuan Angin Mamiri, Tri Giri Asih, UPC, Watch Indonesia!, WALHI Jakarta, WALHI Nasional, YLKI, WALHI Sulawesi Tengah, Yayasan Air Kalimantan Selatan, YLK Sulsel, Yayasan KOS Sulsel, individu-individu peduli dari berbagai wilayah Indonesia.