Pejuang hak asasi Indonesia, Munir, meninggal.
Deutsche Welle – Aktuelles ASIEN – Indonesisch, AvT I, Ms./ Intv. : Renata Permadi, 08.09.04
Munir dikabarkan meninggal dunia dalam pesawat Garuda Indonesia yang menerbangkannya ke Amsterdam. Seperti dituturkan Gian Moko dari organisasi Kontras kepada KB AFP, kabar tentang meninggalnya Munir dibenarkan sejumlah rekan yang menjemput di bandara Schippol dan telah menyaksikan jenasahnya. Menurut Moko, Munir tampaknya sakit ketika dalam perjalanan. Munir berangkat dari bandara Soekarno-Hatta, Senin malam pukul 21.40 WIB, untuk melanjutkan S2 di Universitas Utrecht, Belanda. Munir lahir tahun 1965. Ia sudah aktif dalam masalah hak asasi sejak menjadi mahasiswa Fakultas Hukum. Setelah menamatkan studinya di Universitas Brawijaya, Munir bekerja di LBH Malang. Kiprahnya mulai dikenal masyarakat umum pada akhir pemerintahan Soeharto. Ketika itu, akhir tahun 97 dan awal 98, sejumlah akrivis pro demokrasi dihilangkan secara paksa dan hilang tak tentu rimbanya. Munir, bersama keluarga korban, berupaya mencari informasi tentang keberadaan para korban. Di puncak upayanya, dengan dukungan dari sejumlah LSM pro demokrasi, Munir mendirikan organisasi hak asasi, Kontras, komisi untuk orang hilang dan korban tindak kekerasan. Ia ikut mendirikan Radio VHR, Voice of Human Right, sebagai upaya memberikan pendidikan hak asasi bagi masyarakat. Tahun 1998, organsiasi yang dipimpinnya, Kontras, menerima penghargaan untuk perjuangan hak asasi, Yap Thiam Hien. Tahun 2000, majalah muslim UMMAT memilihnya sebagai Man of the Year. Pada tahun yang sama, majalah Asia Week mengangkatnya seabgai pemimpin muda untuk masa milenium di Asia. Tahun 2002, dia mendirikan Imparsial, lembaga monitoring ham indonesia, dimana ia masih menjabat direktur eksekutif. Keberanian dan dedikasi Munir dalam memperjuangkan hak asasi, juga diakui dunia internasional. Ia pernah mendapat penghargaan dari badan PBB UNESCO atas jasanya memperjuangkan penegakan hak asasi di Indonesia. Tokoh yang sering disapa akrab dipanggil cak Munir ini, dikenal sebagai orang yang egaliter. Walau kesehariannya padat dengan berbagai acara, Munir hampir selalu bersedia meladeni permintaan wawancara, termasuk dari Redaksi Indonesia SJDW. Menjelang peringatan kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus lalu, rekan Tristiastini mewawancarai Munir berkaitan dengan pembebasan sejumlah tersangka pelanggar HAM dalam kasus Tanjung Priok dan Timor Timur. Ketika itu, Munir menyebut pembebasan tersebut sebagai kado pahit bagi Indonesia. Ketika ditanya, apa yang akan dilakukan oleh dirinya juga organsiasi yang ia pimpin dalam hal memperjuangkan hak asasi, Munir menjawab dengan bersemangat, seperti biasanya:
O-ton : munir…Kepergian Munir yang mendadak, ditanggapi dengan rasa terkejut dan tidak percaya. Dalam surat duka citanya kepada SJDW, Alex Flohr dari organisasi Watch Indonesia di Berlin, menulis kesan tentang Munir yang dikenal berani dan belum pernah mundur walau sering dimusuhi, diancam, dan bahkan diserang langsung. Tapi, akhirnya bukan pemukul, dan bukan bom pula yang menyebabkan Munir meninggal.
Selamat jalan cak Munir.