Panglima TNI Meminta Maaf
Kompas, 05 Oktober 2002
Jakarta, Kompas – Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Jenderal Endriartono Sutarto meminta maaf atas kekeliruan masa lalu dan juga beberapa kejadian di masa kini yang dilakukan anggota TNI. Perbuatan anggota TNI dalam berbagai tindak pelanggaran disiplin itu telah membawa dampak kerugian yang tidak kecil di kalangan masyarakat dan menempatkan TNI pada posisi sulit.
“Sorotan tajam masyarakat, kritikan pedas, tuntutan bahkan hujatan kepada TNI, kesemuanya itu merupakan suatu konsekuensi yang harus diterima dengan lapang dada sebagai cambuk untuk mendorong TNI ke arah yang lebih baik. Hujatan, tudingan, dan kritik tajam kami sikapi sebagai wujud rasa memiliki dan harapan yang besar dari masyarakat. Karena itu, TNI akan terus berupaya sekuat tenaga untuk mengambil langkah konkret dalam berbenah diri,” kata Endriartono dalam pidato di televisi Jumat (4/10) malam, dalam rangka peringatan ke-57 Hari TNI.
“Atas semua kekeliruan dan tindakan yang tidak terpuji itu, izinkanlah kami, dari lubuk hati yang paling dalam, meminta maaf kepada mereka yang telah menjadi korban dan juga kepada keluarga korban serta kepada segenap masyarakat bangsa, dengan tekad bahwa semua itu akan kami perbaiki di hari-hari mendatang,” kata Endriartono.
Permintaan maaf juga disampaikan Panglima TNI kepada pers usai memimpin upacara ziarah nasional memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-57 TNI di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, pagi kemarin. Setelah meletakkan karangan bunga di monumen TMP Kalibata, Endriartono disertai Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Ryamizard Ryacudu, Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Bernard Kent Sondakh, dan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Chappy Hakim, melakukan tabur bunga di pusara para pahlawan. Di antara pusara yang diziarahi petinggi TNI itu adalah AH Nasution, Ahmad Yani, Suprapto, S Parman, MT Haryono, dan DI Pandjaitan.
Dukungan masyarakat
Peringatan ke-57 Hari TNI mengambil tema “TNI yang kokoh didukung rakyat menjamin terjaganya kedaulatan dan keutuhan bangsa”. Menurut Panglima TNI, tema itu dipilih atas kesadaran bahwa di tengah situasi kemelut yang terjadi di beberapa daerah pada tahun-tahun terakhir ini akibat petualangan sekelompok orang untuk memecah belah bangsa. “TNI dengan perannya sebagai alat pertahanan negara berkewajiban untuk terus menjaga dan memelihara kedaulatan dan keutuhan bangsa. Namun, TNI juga menyadari bahwa tanpa disertai dukungan masyarakat luas, TNI tidaklah mampu berbuat banyak,” kata Endriartono.
Apa yang telah dicapai TNI selama penugasannya selaku alat pertahanan negara tidak terlepas dari dukungan masyarakat. Sebagai milik bangsa, TNI juga berharap kepada masyarakat luas untuk dapat terus berperan aktif, membangun TNI dalam bentuk masukan, kritikan, dan sorotan tajam, dengan dilandasi semangat untuk menjaga kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan lainnya.
Panglima TNI juga menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada prajurit TNI yang telah menunjukkan pengabdian dan pengorbanannya. “Apa yang telah kalian korbankan akan menjadi catatan sejarah bangsa yang tidak akan pernah terhapus,” kata Panglima TNI.
Perubahan kebijakan
Dalam rangka menyambut HUT TNI, di Jakarta, sejumlah organisasi nonpemerintah (ornop) mendesak pemerintah untuk segera melakukan perubahan mendasar atas kebijakan yang berkaitan dengan fungsi dan peran TNI, khususnya menyangkut bisnis, peran teritorial, dan berbagai pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Mereka juga meminta agar TNI melakukan koreksi dan refleksi internal terhadap kesalahan yang pernah dila-kukan demi terciptanya sistem demokrasi yang konsisten menjaga hak-hak asasi manusia.
Desakan itu disampaikan sejumlah ornop dalam pernyataan bersama di Kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Kamis di Jakarta, berkaitan dengan Hari TNI 5 Oktober. Pernyataan itu didukung antara lain oleh Kontras, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Apik, LBH Jakarta, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak-hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Solidaritas Nusa Bangsa, dan Urban Poor Consortium (UPC).
Ketua Presidium Kontras Ori Rahman menyatakan keprihatinannya terhadap tidak adanya tekanan yang konsisten untuk mengembalikan keberadaan TNI sebagai alat negara. Akibatnya, kata Ori, konsolidasi kekuatan status quo pada tubuh TNI makin kuat. Keada-an itu diperkuat dengan kebijakan pemerintah yang mendorong dominasi kekuatan pro-status quo pada tubuh TNI. Ori juga mengkhawatirkan pemberian hak pilih dan dipilih anggota TNI dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu yang tengah dibahas DPR.
Kalangan ornop menilai peran teritorial TNI makin tidak bermanfaat ketika sejumlah aparat TNI justru menjadi faktor pendukung bagi terjadinya kriminalitas dan pelanggaran hukum, baik menjadi beking maupun keterlibatan langsung. Tragedi penyerangan anggota Batalyon Lintas Udara (Linud) 100/Prajurit Setia (PS) di Binjai ke kantor kepolisian merupakan dampak tidak dicabutnya fungsi teritorial TNI pascapemisahan TNI dan Polri. “Penyerbuan ini menjadi kado yang menyedihkan bagi HUT TNI,” kata Ori Rahman.
Para aktivis ornop juga menyesalkan kurangnya itikad baik kalangan TNI untuk mendukung upaya pengungkapan dan penyelesaian kasus pelanggaran HAM yang melibat-kan institusi TNI. Hingga saat ini, menurut mereka, TNI masih tetap memainkan peran melanggengkan impunitas dan menjadi pelaku berbagai tindak pelanggaran HAM di berbagai wilayah. Di wilayah konflik, sejumlah aparat TNI justru melakukan tindakan kontraproduktif terhadap upaya penyelesaian konflik, seperti melakukan intimidasi, menyebarkan disinformasi, sampai penyerangan-penyerangan kepada masyarakat.
Sementara itu, peneliti pada Center for Strategic and International Studies (CSIS) Dr Edy Prasetyono mengungkapkan bahwa insiden Binjai semakin menegaskan bahwa TNI sebaiknya tidak diberi hak memilih dalam pemilihan umum (pemilu). Menurut Edy, ketidakmampuan TNI mengontrol kewenangannya menggunakan senjata dikhawatirkan akan menimbulkan peristiwa yang lebih parah dari insiden Binjai.
“Kalau kasus seperti itu saja menimbulkan pertempuran, bagaimana nanti kalau pemilu, ketika semua orang menyuarakan aspirasi politik, lalu tentara terpecah-pecah. Partai politik pun berusaha untuk masuk ke TNI,” ujar Edy dalam jumpa pers tentang TNI dan Pemilu, di Gedung Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jakarta. Edy memberi keterangan pers bersama Dr Kusnanto Anggoro yang juga peneliti pada CSIS.
Kusnanto menambahkan, bangsa Indonesia masih memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan untuk menempatkan TNI pada posisinya yang proporsional dalam sistem demokrasi. Dari sisi legislasi, kata Kusnanto, setidaknya dibutuhkan 14 undang-undang untuk menempatkan tentara pada posisi yang proporsional itu, termasuk di antaranya yang mengatur tentang pelibatan TNI.
Anggaran militer
Sementara itu, International NGO Forum on Indonesian Development (Infid) dalam jumpa pers usai penutupan Konferensi Ke-13 Infid di Yogyakarta, Kamis, merekomendasikan, Pemerintah Indonesia menjalankan transparansi anggaran militer. Hal itu dilakukan dengan cara membuka semua sumber pendapatan militer termasuk yang diterima dari yayasan-yayasan militer dan sumber-sumber off budget lainnya.
Hadir dalam acara itu Ketua Infid yang baru, Indah Suksmaningsih, Sekretaris Eksekutif Binny Buchory, dan Alexander Flor dari Watch Indonesia Jerman. Lebih jauh dikatakan, Pemerintah Indonesia sebaiknya segera melakukan analisis kebutuhan pertahanan yang sesuai dengan situasi sebenarnya. Apakah komando daerah militer (Kodam) yang dimiliki itu tidak terlalu banyak, atau apakah lebih baik menambah jumlah personel angkatan laut karena negara ini terdiri dan banyak pulau dan lebih banyak laut daripada daratan.
“Sebaiknya militer tak usah mengelola yayasan dan lembaga lain sebagai bagian dari lembaga pemasok dananya. Untuk itu, pemerintah harus memberi anggaran yang jelas dan memadai kepada militer agar tidak mencari di luar anggaran,” kata Alexander Flor.
Evaluasi insiden Binjai
Berkaitan dengan insiden Binjai, Panglima TNI Endriartono mengemukakan bahwa pihaknya masih terus melakukan evaluasi. Di samping melakukan pemeriksaan terhadap sekitar 200 anggota Batalyon Linud 100/PS, pihaknya juga mengevaluasi keberadaan batalyon itu dan posisi Panglima Kodam I Mayjen Idris Gassing.
Menyusul aksi penyerangan anggota Batalyon Linud 100/ PS terhadap Polres Langkat dan Markas Brimob di Binjai (Sumatera Utara), KSAD Jenderal Ryamizard Ryacudu te-lah memecat 20 anggota Batalyon Linud 100/PS dan mencopot enam perwira dari jabatannya.
Ryamizard mengakui sanksi tersebut tidak sepenuhnya menyelesaikan masalah. Karena itu, akar masalah yang sebenarnya perlu segera dituntaskan. (wis/lam/sig)