RUU Prosedur Administrasi Perlu Untuk Perbaiki Birokrasi Indonesia
hukum online.com, 24 Agustus 2005
Bila terwujud, pejabat negara tidak bisa lagi sewenang-wenang dalam memutus suatu kebijakan publik. Pelayanan publik juga dilaksanakan dengan lebih profesional.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Bivitri Susanti, saat menjelaskan perlunya Indonesia memiliki RUU Prosedur Administrasi Pemerintahan di Jakarta (23/8).
Kondisi birokrasi Indonesia saat ini yang dikenal gemuk dan korup telah membuat pelayanan terhadap publik terhambat dan semakin memburuk. „RUU Prosedur Administrasi ini bisa jadi pintu masuk bagi perbaikan birokrasi Indonesia yang buruk itu,“ ujarnya.
Pemerintah, meski relatif terlambat, kata dia, juga sudah menyadari pentingnya perbaikan birokrasi. Presiden Susilo Bambang Yudhyono beberapa waktu lalu telah mengungkapkan rencana pembentukan satgas reformasi birokrasi yang salah satu tugasnya adalah membenahi permasalahan birokrasi di Indonesia.
Melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, saat ini pemerintah juga tengah menyusun RUU tentang Prosedur Administrasi Pemerintahan. Namun nampaknya naskah RUU yang sudah masuk draf ke-5 ini masih mengandung sejumlah kelemahan yang perlu diperbaiki.
Menurut Bivitri, RUU tersebut harus mempunyai misi pemisahan antara negara dan pemerintah. RUU itu juga harus memuat misi pembatasan kekuasaan pemerintah oleh hukum. Dia mencontohkan masalah diskresi yang selama ini ditafsirkan terlalu luas sehingga boleh menabrak aturan hukum.
Selanjutnya, RUU itu harus mempunyai misi untuk membuat pelaksanaan pelayanan publik menjadi lebih profesional. Tidak seperti sekarang, masyarakat seakan dipersulit untuk memperoleh layanan yang sewajarnya jika enggan membayar ‘biaya’ tertentu.
Satu hal lagi yang dikritik Bivitri dalam RUU tersebut adalah masih banyaknya rumusan pasal-pasal ‘karet’. Dalam RUU itu masih terdapat beberapa istilah yang tidak jelas dan masih bebas diinterpretasi oleh penguasa seperti kata-kata kepentingan umum dan masalah rahasia negara.
Perlu aturan pendukung
Salah satu negara yang bisa menjadi contoh untuk perbaikan birokrasi adalah Jerman. Negara itu mempunyai undang-undang semacam prosedur administrasi negara untuk mengatur birokrasinya–bahkan diatur begitu rinci hingga ke masalah teknis pelaksanaannya.
Orang Indonesia yang menjadi PNS di Jerman, Pipit Rochijat Kartawidjaja, mengatakan bahwa aturan tersebut membawa banyak manfaat. Misalnya, masyarakat diangkat sebagai bos dari para abdi negara, sehingga dalam setiap mengambil kebijakan, publik harus diikutsertakan.
Selain itu, ujar Presiden KIPP Eropa ini, aturan tersebut bisa menjadi kontrol publik terhadap kebijakan pemerintah pusat. Di sisi pejabat negara, aturan ini membuat pekerjaan dilakukan dengan lebih efisien.
Menurutnya, Indonesia juga bisa mempunyai aturan sejenis. Hanya saja, untuk melaksanakan aturan tersebut perlu didukung oleh sejumlah aturan lainnya. Misalnya, UU PNS yang hanya mewajibkan PNS untuk setia kepada undang-undang dasar saja, bukan setia kepada pemerintah seperti sekarang ini.
„Di Jerman, PNS diwajibkan untuk membantah atasannya jika atasannya tersebut melanggar undang-undang. Dengan demikian PNS tidak ditekan oleh pimpinannya,“ tandas Pipit. (Zae)