Beda Negara Satu Masalah
Jurnal Nasional, Halaman Laporan Khusus UNFCCC, 06 Desember 2007
by Veby Mega Indah – Jurnal Nasional (Indonesia)
Perubahan iklim adalah masalah global. Terkadang masalah yang sama juga menjadi masalah di berbagai negara yang sama. Meskipun secara geografis negara-negara ini terpisah jauh. Enam organisasi sipil dunia mengusung fakta yang memaparkan akibat dari produksi massa biofuel. Dalam presentasi „Biofuel, Climate Change and Climate Justice“ Kamis lalu, para ahli lingkungan dari Indonesia, Argentina, Uruguay dan Inggris membahas biofuel yang berpotensi mengancam iklim dan ekosistem, komunitas dan persediaan pangan. „Negara saya adalah contoh sempurna dari apa yang disebut industri agrikultur:deforestasi, urbanisasi, deteriorasi tanah, punahnya keragaman hayati, tingginya kebutuhan kimia untuk agrikultur, polusi air,“ kata Stella Semino dari Grupo de Refelxion Rural Argentina. Menurutnya seiring peningkatan permintaan biofuel, maka situasi ini akan terus berlanjut di negaranya.
Sementara Muhammad Rusdi dari Walhi Jambi, Sumatera dan Marianne Klute dari Watch Indonesia juga memaparkan potensi bahaya yang sama. Biofuel dianggap akan semakin meningkatkan perambahan hutan guna kebun kelapa sawit di Indonesia.
„Minyak kelapa sawit atau biofuel menarik rakyat menjadi semakin miskin,“ kata Klutes. Menurutnya perkebunan kelapa sawit juga berpotensi menimbulkan konflikhorizontal maupun vertical. Mengingat hutan-hutan Indonesia masih menjadi sumber pendapatan bahkan tempat tinggal etnis-etnis pedalaman nusantara. „Ini (dampak biofuel) bukanlah keadilan perubahan lingkungan yang ingin dicapai rakyat Indonesia,“ kata Klutes.
Masalah serupa juga terjadi di Afrika. Timothy Byakola dari African Biodiversity network bagaimana area luas hutan Uganda tergusur atas nama biofuel. Jika biofuel akan dijadikan komoditi, maka organisasi ini telah mengusung moratorium atas impor ekspor biofuel ini di Eropa dan bagian lain dunia. Bayloka bahkan meminta usulan biofuel dicoret dari daftar solusi perubahan iklim. Jejak karbon yang dihasilkan dari perkebunan hingga distribusi, tak sebanding dengan efesiensi energi yang dihasilkan.
„Bukannya mencari solusi, biofuel justru mendukung pemanasan global sebab area luas akan dibutuhkan guna memenuhi kebutuhan kita, „ kata Almuth Ernsting dari Biofuel watch.
Menanggapi pendapat organisasi masyarakat ini, Environmentalis Emil Salim menyatakan perkebunan- yang dibutuhkan untuk biofuel- tak selalu akan mengancam kelestarian hutan. Emil menyontohkan kasus kontroversi kelapa sawit yang menjadi salah satu alasan deforestasi di Indonesia.
„Sebenarnya bisa saja perkebunan sawit itu dibuka di lahan-lahan non produktif. Semua itu masih bisa diatur,“ kata Emil Salim, dalam acara laporan Human Development Report 2007/2008 UNDP di Jakarta, minggu lalu. <>