Caleg Jadi Dikenai Tarif Tinggi Sekitar Rp 400 Juta Setiap Orang
Media Indonesia, 11 November 2003
JAKARTA (Media): Hampir semua partai politik (parpol) memasang tarif tinggi untuk calon anggota legislatif nomor jadi pada Pemilu 2004.
Presiden Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Eropa Pipit Rochijat Kartawidjaja mengungkapkan hal tersebut di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, pungutan kepada para calon anggota legislatif (caleg) akan mengurangi komitmen mereka kepada konstituen. Dikhawatirkan, periode keanggotaan mereka di DPR/DPRD lebih banyak diisi dengan pertimbangan-pertimbangan praktis bagaimana mengembalikan jumlah saham yang telah ditanam.
„Itu menakutkan sama sekali. Mereka jelas ingin mengambil kembali uang yang telah diberikan kepada partai. Posisi tawar mereka terhadap parpol akan menjadi kuat. Akibatnya, parpol akan melemah,“ tukasnya.
Berdasarkan pemantauan di wilayah Sumatra Utara (Sumut), lanjut Pipit, kepada calon anggota DPRD provinsi, parpol semisal PDI Perjuangan (PDIP) dan Partai Golkar meminta iuran Rp200 juta-Rp300 juta untuk ‘kursi jadi’, nomor urut satu dan dua. Sedangkan untuk calon anggota DPR dipatok setoran uang Rp 400 juta. „Ini saya dengar dari caleg sendiri di beberapa daerah di Sumut. Daerah lain pasti lebih banyak,“ katanya.
Selain itu, menurut Pipit, ada sumbangan yang mesti diserahkan para caleg dengan kisaran rata-rata Rp16 juta untuk pengganti biaya administrasi. Sumbangan sebanyak ini ditemui di hampir semua parpol semisal Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Persatuan Pembangunan, termasuk PDIP dan Partai Golkar. „Untuk Partai Amanat Nasional, jumlahnya bervariasi di bawah itu, sekitar Rp1,5 juta. Namanya disebut infak. Ini mengejutkan karena mereka mengaku sebagai partai reformis,“ ujarnya.
Pipit tidak menemukan praktik serupa di Partai Keadilan Sejahtera. Dalam pengamatan dia, partai yang dulu bernama Partai Keadilan ini tidak memungut biaya apa pun. „Mereka tidak kejangkitan penyakit semua urusan mesti uang tunai,“ Pipit memelesetkan ‘Sumut’ yang sering dipanjangkan dengan ‘semua urusan mesti uang tunai’.
Mengomentari temuan Pipit, Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat PAN M Yasin Kara mengakui partainya sama sekali tidak ditopang dana yang memadai. Walhasil, kata dia, mau tidak mau otomatis beban biaya administrasi dipikulkan kepada para caleg. „Ini sifatnya sukarela, tidak dipatok harus sekian,“ katanya.
Pihaknya, sambung Yasin, akan sangat menghargai siapa pun caleg yang bersedia dan ikhlas menyumbang lebih banyak. „Tetapi, kami tetap mengacu pada ketentuan UU Pemilu,“ tegasnya.
Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPR Yahya Zaini mengatakan Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar sejauh ini belum memutuskan apakah setiap caleg diwajibkan memberikan kontribusi kepada partai. „Walaupun ada, baru sebatas usulan dari pengurus di daerah supaya caleg memberi secara sukarela untuk partai.“
Ia menegaskan keharusan untuk menyumbangkan dana kepada partai dapat dipahami karena masing-masing parpol tentu kesulitan pendanaan dalam memenuhi kebutuhan menjelang kampanye nanti. „Ini sebetulnya disebabkan iuran internal partai yang belum jalan.“
Wakil Sekjen DPP PDIP Pramono Anung pun membantah temuan KIPP. „Saya jamin, PDIP tidak memungut sepeser pun. Kami menjaring caleg dari bawah,“ katanya. (Ims/P-2)