Pemerintah Bukanlah Negara
Media Indonesia, 03 Juni 2006
DALAM sistem demokrasi, pemerintah merupakan pelayan masyarakat, bukan pelayan negara itu sendiri. Karena itu, tak ada alasan bagi pemerintah untuk memonopoli kehidupan masyarakat.
Pikiran ini memang bukan hal baru. Namun dalam acara diskusi publik dan peluncuran buku Pemerintah Bukanlah Negara karya Pipit Rochijat Kartawidjaya, pikiran semacam itu seolah menemukan kesegarannya kembali.
Dalam acara yang digelar di Jakarta Media Center, Jakarta, Kamis, (1/6), hadir praktisi Adnan Buyung Nasution dan mantan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Kabinet Gotong Royong, Frisal Tamim — mereka memberi kata pembuka — serta sejumlah aktivis dan wartawan.
Diskusi yang dimoderatori Rav Rangkuti itu menghadirkan tiga pembicara, yakni Dosen FISIP Universitas Indonesia Eko Prasojo, Deputi Menteri Bidang Aparatur Negara Asmawi Rewansyah, dan Pipit R Kartawidjaya sendiri.
Dalam kata sambutannya, Feisal Tamim melihat buku yang ditulis Pipit telah berhasil menampilkan gagasan-gagasan penting yang akan mendudukkan warga negara sebagai subjek dalam sistem pemerintahan. Sedangkan Adnan Buyung Nasution menilai gagasan-gagasan Pipit sebagai terobosan berbobot ketika bangsa Indonesia hampir lupa bahwa pemerintah itu memang bukan negara.
„Orang yang melawan pemerintah, tidak berarti melawan negara,“ tegas Buyung.
Praktisi hukum berambut putih itu juga membeberkan kasus-kasus di zaman Orde Baru, saat pemerintah telah menjelmakan diri sebagai negara, sehingga kesewenang-wenangan pemerintah atas warga sipil terjadi di sana-sini secara dramatis.
Jerman-lndonesia
Ray Rangkuti yang bertindak sebagai moderator pertama-tama menjelaskan bahwa buku yang ditulis Pipit akan menambah masukan penting bagi RUU Administrasi Pemerintahan yang telah masuk ke Komisi II DPR pada urutan pembahasan nomor 79. Lebih dari itu, Ray melihat buku itu berhasil menjelaskan poin manajerial antara lembaga negara secara keseluruhan.
Ketika diminta Ray untuk tampil, dengan sikap polos dan penuh humor Pipit yang selama 35 tahun itu menetap di Jerman, langsung tampil menguraikan isi bukunya. Pun tak lupa, aktivis yang dikenal kritis terhadap rezim Orde Baru itu, menyampaikan kritik kepada masyarakat yang kurang responsif menyikapi RUU Administrasi Pemerintahan.
Selanjutnya bertolak dari buku yang ditulisnya, khususnya menyangkul pembahasan Verwaltungsverfahrensgesetz (Undang-Undang Prosedur Administrasi Negara) yang berlaku di Jerman, Pipit pun melontarkan kritik atas sistem birokrasi Indonesia.
„Sebagai pelaku administrasi negara, instansi negara di Indonesia menyatu dengan pemerintah. Di Indonesia hanya dikenal instansi pemerintah sebagai aparat pemerintah. Sebaliknya, instansi negara Jerman, bukan aparat pemerintah, dan dapat beraktivitas otonom,“ jelasnya.
Ia menjelaskan istilah die staatlichen Behoerden (instansi negara) merupakan organ negara pengelola administrasi negara yang berwenang mengurusi publik. Namun, karena instansi negara dalam Kementerian PAN diperdaya menjadi instansi pemerintah, terjemahan Verwaltungsverfahrensgesetz menjadi RUU Administrasi Pemerintahan. (CS/0-2)