Partai Besar Ingin Diperbanyak, Partai Kecil Minta Dikurangi
Suara Pembaruan Daily, 04 April 2007
Soal Jumlah Daerah Pemilihan
[JAKARTA] Kepentingan masing-masing partai politik (parpol) akan sangat berpengaruh dan menjadi faktor dominan pada penentuan daerah pemilihan pada pemilu 2009 mendatang. Sedangkan perhitungan matematis dan pertimbangan sosio-kultural hanyalah salah satu faktor yang kadang- kadang tidak sejalan dengan kepentingan parpol.
Kepentingan itu terlihat dari usulan partai-partai politik besar, seperti Partai Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI- Perjuangan) supaya jumlah daerah pemilihan (dapil) diperbanyak dan luasnya diperkecil agar komunikasi antara pemilih dengan wakilnya bisa lebih intens serta mengurangi ongkos politik.
Sementara partai-partai kecil berpendapat, jumlah dapil yang ada sekarang tetap dipertahankan, bila perlu dikurangi. Sebab, usul memperbanyak dan memperkecil luas dapil hanya menguntungkan partai- partai besar.
Demikian rangkuman pendapat para pembicara dalam diskusi buku Akal- akalan Daerah Pemilihan karya Pipit Kartawidjaja dan Sidik Pramono di Jakarta, Selasa (3/4). Pembicara pada diskusi yang dimoderatori Bambang Widjojanto itu adalah Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar Rully Chairul Azwar,Yasonna Laoly dari PDI-P, Sayuti Asyathri dari Partai Amanat Nasional, Bambang Budiono dari Partai Bintang Reformasi (PBR) dan Muhammad Razikun dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Rully berpendapat, dapil yang terlalu luas berpengaruh pada kedekatan wakil rakyat dengan konstituennya. Semakin luas dapil, kedekatan wakil rakyat dengan konstituennya makin jauh. Intensitas komunikasi politik juga makin jarang. Partai Golkar berharap dapil diperbanyak lagi, sehingga setiap dapil menjadi lebih sempit.
Dia mengusulkan supaya jumlah kursi yang diperebutkan di setiap dapil pada pemilu mendatang 3-7 kursi. Bahkan ke depan, setiap dapil hanya memperbutkan satu kursi, sehingga pemilunya lebih demokratis.
Usulan itu tentu saja berbeda jauh dengan praktik pada Pemilu 2004 lalu, karena setiap dapil memperebutkan 3-12 kursi, tergantung tingkat kepadatan penduduk.
Senada dengannya, Yasonna Laoly mengatakan perlunya dapil dipersempit, selain untuk meningkatkan intensitas komunikasi politik dengan konstituen, juga untuk mengurangi ongkos politik. Pada Pemilu 2004 lalu, ongkos politik oleh anggota DPR sangat tinggi dan saat reses, tidak semua kabupaten bisa dikunjungi karena terlalu luasnya dapil.
Konversi Suara
Sementara itu Bambang Budiono mengatakan jumlah dapil pada Pemilu 2004 lebih menguntungkan partai-partai besar. Dia khawatir kalau jumlah dapil semakin banyak, akan semakin menguntungkan partai besar. Selain itu dikhawatirkan, makin banyak dapil, makin banyak pula suara rakyat yang tidak bisa dikonversi menjadi kursi di DPR. Pada pemilu 2004 saja, sedikitnya 10 juta suara tidak bisa dikonversi menjadi kursi. Jadi untuk menyelamatkan suara pemilih, kata Bambang, maka dapil bukan malah diperbanyak, tetapi justru dikurangi dan memungkinkan adanya penggabungan sisa suara (stembus accord), seperti pada Pemilu 1999.
Sedangkan Sayuti Asyahtri mengatakan, bagi PAN tidak soal apakah dapil itu tetap seperti pada Pemilu 2004 atau diperbanyak dengan mempersempit luasnya pada Pemilu 2009 mendatang. Sebab bagi PAN jumlah dapil tidak untuk menentukan banyak-sedikitnya perolehan kursi di DPR. Perolehan kursi harus berdasarkan hubungan yang dibangun parpol itu sendiri dengan pemilih.
Terkait hal itu, Muhammad Razikun menambahkan dikotomi Jawa-luar Jawa dalam pembagian alokasi kursi saat ini tidak relevan. Sebab, penduduk luar Jawa yang jumlahnya sedikit sudah terwakili pula oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Tetapi Pipit membantahnya. Perlunya perimbangan pembagian kursi Jawa- luar Jawa justru karena DPD belum memiliki wewenang yang cukup kuat. „Kalau mau, gagasan seperti dikemukakan Razikun diterapkan, maka DPD harus dikuatkan terlebih dahulu dan itu harus dilakukan dengan mengamendemen konstitusi. Ini mustahil dilakukan menjelang Pemilu 2009,“ kata Pipit. [A-21]