Partai Lokal Bisa Jadi Sarana Integrasi
Sinar Harapan, Sabtu, 13 Agustus 2005
oleh Suradi
Jakarta – Tuntutan partai lokal oleh Gerakan Aceh Merdela (GAM) tak perlu ditakutkan. Keberadaan partai lokal justru bisa menjadi salah satu saluran bagi pemimpin yang selama ini bersebrangan dengan pemerintah untuk berintegrasi dalam sistem politik dan pemerintahan Indonesia.
Demikian benang merah diskusi interaktif yang diselenggarakan Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) yang menghadirkan narasumber Hary Tjan Silalahi (Centre for Social and International Studies), Masduki Baidowi (anggota DPR dari Fraksi Kebangkitan Bangsa), dan Ketua KIPP Eropa Pipit Kartawijaya di Jakarta, Jumat (12/8).
Hary Tjan yang sejak awal mendukung pembentukan partai lokal – bukan hanya untuk Aceh, tapi juga daerah lain- menegaskan, tidak ada yang perlu diragukan mengenai partai lokal, sebab partai inilah yang bisa menjadi wadah dan saluran ekspresi bagi daerah yang selama ini tidak mendapat tempat.
Secara historis, partai lokal sudah pernah ada di Indonesia dan pernah ikut dalam Pemilu 1955. Sekarang tinggal mewadahi aspirasi sehingga partisipasi masyarakat bisa disalurkan. Sementara pendekatan militer atau kekerasan bisa ditinggalkan.
„Partai lokal bukanlah kotak Pandora yang akan membuka jalan bagi GAM atau siapa pun untuk merencanakan langkah politik memerdekakan Aceh,“ kata Hary Chan sambil menambahkan selama puluhan tahun masyarakat Aceh hidup dalam ketidakadilan.
Pengalaman Eropa
Ketua KIPP Eropa Pipit Kartawijaya yang banyak mengamati kehidupan partai lokal di sejumlah negara Eropa mengatakan, partai lokal mempunyai peran yang sangat besar. Bukan saja untuk menyalurkan aspirasi rakyat di daerah itu tetapi juga menjadi posisi tawar daerah, bukan hanya terhadap partai nasional, tapi juga pemerintah pusat.
„Yang tak kalah penting adalah partai lokal ini menjadi saluran bagi tokoh-tokoh yang beraliran lain dan berseberangan, masuk dalam struktur sistem pemerintahan.Hal ini terjadi, karena mereka mendapat tempat penyaluran,“ jelasnya.
Agar partai lokal bisa eksis dan suara daerah tidak hilang, maka sistem Pemilu juga harus disesuaikan. Jika Pemilu diselenggarakan dengan sistem distrik penuh, maka hanya yang mendapat suara 50 persen plus satu yang menang dan lain hilang.
Namun demikian, bila partai lokal ini ditolak atau tidak dibentuk, maka harus ada perubahan mendasar di partai-partai nasional yakni harus berbuat sedemokratis mungkin dan tidak boleh ada campur tangan elite-elite di pusat. Pemimpin daerah harus diberi tempat dan kesempatan.
Sedangkan Masduki mengatakan, fraksinya di DPR secara prinsip menerima usulan pembentukan partai lokal. Hanya saja memang perlu kehati-hatian agar tujuan pendirian ini tidak melenceng seprti dikhawatirkan banyak pihak. <>