Perlu Segera, Penataan Organisasi KPU
Kompas, 02 Oktober 2004
Jakarta, Kompas – Penataan organisasi Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara pemilihan umum harus dilakukan segera. Sebagai lembaga yang baru, perangkat KPU terhitung tambun dengan keberadaannya secara permanen sampai di tingkat kabupaten/kota. Anggota Panitia Pengawas Pemilu (Panwas), Didik Supriyanto, kepada Kompas di Jakarta, Jumat (1/10) siang, menunjukkan beban yang terlalu besar jika organisasi permanen KPU sampai di tingkat kabupaten/kota, terutama menyangkut masalah anggaran. Sekalipun ditambah dengan tugas sebagai penyelenggara pemilihan kepala daerah secara langsung, menimbang beban kerja dan masa jabatannya selama lima tahun, tetap saja posisi KPU kabupaten/kota tidak akan terlampau efektif jika merupakan badan permanen.
Secara terpisah, anggota Panwas lainnya, Topo Santoso, sependapat bahwa penyelenggara pemilu di tingkat kabupaten/kota memang cukup dilakukan sebuah panitia ad hoc saja. Data terakhir, tercatat sebanyak 440 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. “Bisa dibayangkan, berapa anggaran yang dikeluarkan untuk mereka selama lima tahun,” kata Didik. Sementara itu, pendiri Watch Indonesia di Berlin, Pipit R Kartawidjaja, berpendapat, tidak sehat jika struktur organisasi KPU di Indonesia yang terbangun sentralistik terus dipertahankan. Kenyataan sekarang, KPU provinsi dan kabupaten/kota hanya merupakan kepanjangan KPU pusat. Salah satu contohnya, untuk menetapkan daerah pemilih anggota DPRD-nya sekalipun, KPU daerah yang mestinya lebih paham kondisi di daerah harus mengikuti petunjuk KPU pusat.
Secara umum, Pipit menilai kedudukan KPU di Indonesia tergolong unik karena KPU tidak ubahnya sebagai lembaga eksekutif dan juga yudikatif. Di kebanyakan negara, penyelenggara pemilu sudah dibekali petunjuk teknis dan berbagai kelengkapan peraturan terkait dengan penyelenggaraan pemilu. Sebagai perbandingan, di Jerman, pelaksana pemilunya adalah badan pusat statistik pusat dan daerah sehingga pemilunya relatif murah dan meriah. Hal-hal teknis seperti itu harus menjadi pertimbangan dalam pembenahan undang-undang pemilu, termasuk soal lembaga penyelenggara pemilunya. Wakil Ketua KPU Ramlan Surbakti sebelumnya secara terpisah kepada Kompas mengakui bahwa penataan organisasi menjadi salah satu agenda prioritas KPU pasca-Pemilu 2004. Bukan saja pada keanggotaan KPU-nya, tetapi juga menyangkut pembenahan keberadaan sekretariat KPU, terutama KPU daerah. Menurut undang-undang pemilu, struktur organisasi penyelenggara pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri memang sampai tingkat kabupaten/kota. Sementara kesekretariatan KPU diisi oleh pegawai negeri sipil (PNS). Yang masih mengganjal, terutama di daerah, adalah status PNS di sekretariat KPU tersebut, apakah merupakan pegawai pusat ataukah pegawai daerah jika menimbang peluang mereka untuk berkarir. (dik)