Alokasi Kursi DPR RI, Tersulit di Dunia
Dewa, 17 Februari 2004
Ambon, Dewa – Alokasi kursi DPR RI sebanyak 550 kursi merupakan alokasi kursi tersulit di dunia, kalau tidak menggunakan pendekatan matematis maupun pendekatan akal-akalan. Demikian dijelaskan ketua Komite Independen Pemantau Pemilu Eropa, Pipit Kartawijaya, kemarin kepada Dewa, di Ambon.
Dikatakan, secara detail rumus menghitung alokasi kursi DPR RI, ada yang pakai tipe B kalau istilahnya itu kuota, tapi ada yang memakai rumus matematika langsung yaitu kursi penduduk provinsi : kursi penduduk nasional x kursi DPR.
Kalau diterapkan, maka provinsi Gorontalo mempunyai 800.000 penduduk: 124 juta x 550 kursi = 2 kursi, Sumatera Barat memperoleh 11 kursi, Sulawesi Selatan 24 kursi belum NTT dan lainnya. Papua hanya 6 kursi kalau rumus diterapkan. Tetapi haI ini tidak diijinkan menurut UU.
Pasal 48 tentang penjelasan yang mengatakan provinsi pemekaran minimal mendapat 3 kursi. Jadi Gorontalo dapat 3 kursi, Maluku Utara 3 kursi, Irian Jaya Barat 3 kursi.
„Kita coba membayangkan jika Gorontalo hanya mendapat 2 kursi dan sekarang menjadi 3 kursi maka dari 550 kursi sudah bertambah 1 kursi. Sementara Sumatera Barat 11 kursi dan menurut UU, tidak boleh. Karena disebutkan dalam pasal 48 bahwa setiap provinsi harus memperoleh kursi seperti Pemilu tahun 1999. Dan saat itu Sumatera – Barat memperoleh 14 kursi, Sulawesi Selatan dari 21 kursi harus memperoleh 24 kursi. Sehingga bisa dibayangkan yang mestinya mendapat 11 kursi harusnya mendapat 14 kursi, jumlah 550 kursi harusnya turun,“ jelasnya.
Dengan cara alokasi itu, kursi menjadi kurang karena 550 menjadi tidak cukup, tegas Pipit seraya menambahkan bahwa „Saya membuat perhitungan alokasi kursi menggunakan 5 tahapan yang panjangnya minta ampun, dan pernah saya presentasikan di depan KPU, tetapi tidak dilaksanakan karena KPU dipaksa untuk akal-akalan,“ jelasnya, lagi.
Karena itu, akalnya KPU adalah dengan membagi provinsi menjadi provinsi pemekaran dan induk, ini yang merupakan cara alokasi kursi DPR oleh KPU. Kalau tanpa itu, tidak mungkin 550 kursi. Jadi provinsi induk dan pemekaran yang menjadi korban, seperti Maluku, Sulawesi Utara dan Papua. Jadi untuk Maluku yang dulunya 6 kursi akhirnya dibagi menjadi 3 kursi untuk Maluku dan 3 kursi untuk Maluku Utara. Alasannya dulu 6 kursi kalau dibagi masing-masing 3 kursi masih cukup. Untuk Sulawesi Utara dulu 7 kursi sckarang dibagi Gorontalo 3 kursi dan Sulawesi Utara 6 kursi jumlahnya menjadi 9 kursi. Tapi dengan dibaginya pemekaran dan induk, KPU mulai main akal-akalan.
Masih menurut Pipit, akal-akalan yang kedua yang dibuat KPU misalnya membandingkan alokasi kursi tabun 1999 dengan jumlah penduduk yang sekarang sehingga ditentukan jumlah 134 kursi yang biga langsung dialokasikan ke daerah yang dianggap memenuhi kuota yaitu Sumatera Barat langsung diberi 14 kursi, Sulawesi Selatan 24 kursi, Maluku 3 kursi, NTT 13 kursi sehingga bisa langsung dijumlahkan menjadi 134 kursi. „Yang belum mendapat kursi kebanyakan di Sumatera, sebagian di Kalimantan, Sulawesi tengah, dan Jawa,“ katanya.
Ketika dicecar pertanyaan bagaimana dengan Jawa, Pipit mengatakan jika 550 kursi kurang 134 kursi dikasihkan ke Jawa begitu saja, pasti tidak cukup. Sehingga akhirnya Jawa dipukul rata harus 425.000/kursi. Di Jawa karena dikasih 425.000/kursi pastinya 303 kursi teralokasi di pulau Jawa. Cuma ada satu hal yang dilupakan KPU, ketika 303 kursi dialokasikan di Jawa dan harus dibagikan ke daerah-daerah pemilihan maka 14 daerah pemilihan di Jawa yaitu 4 kursi untuk Jawa timur, 5 kursi untuk Jawa tengah, 5 kursi untuk Jawa barat mengakibatkan kuota 425.000/1 kursi dilanggar. „Karena pembagian 425.000/kursi di Jawa, kemudian dibagi 10 secara matematisnya ada satu kursi yang dilanggar tapi justru KPU sengaja menutup mata,“ ujarnya, sinis. Masalah alokasi kursi ini, menurut Pipit, untuk 134 kursi, misalnya untuk Gorontalo 3 kursi di bawah kuota 325.000/kursi. Jadi UU untuk 325.000/kursi, sama dengan main tutup mata, jadi masyarakat diajar untuk dikibulin.
Sebab, sisa 134 ditambah 303 ada sisa 113 kursi yang dialokasikan ke Sumatera Utara, Lampung, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara dan seterusnya. Ketika alokasi 113 kursi teralokasikan, muncul masalah. Sulawesi Utara melanggar kuota sehingga 113 kursi ini dengan pengalokasian kursi harus dilakukan tidak menggunakan metode lagi.
Menurutnya, Sumatera Utara yang harusnya mendapat 31 kursi, dicopot 2 kursi dan ditransfer ke Sulawesi Tengah. Sumatera Selatan dari 16 kursi dicopot 1 kursi diberikan ke Aceh dan Aceh tidak mungkin mendapat 13 kursi dan saat Aceh mendapat 12 kursi saat itu penduduknya 4,2 juta pemilih tetapi kalau Aceh naik menjadi 4,8 juta pemilihpun, Aceh akan tetap mendapat 12 kursi. Tetapi Aceh dipaksa harus mendapat 13 kursi, dan itu keputusan KPU. Nggak ada dalam UU. Jadi Aceh mendapat 13 kursi, ada maksudnya karena kursi maksirnalnya 12, jadi Aceh dipecah menjadi 2 yaitu Aceh aman dan Aceh yang rawan. Jadi cara pembagiannya 7 kursi dan 6 kursi.
„Beberapa hari kemudian KPU tidak membantah pemyataan saya dan KPU mengatakan ini karena alasan politis. Tapi dengan akal-akalan itu, 550 kursi teralokasi hanya saja dengan catatan kuota 325.000 tidak lagi diperhatikan untuk Gorontalo dan Maluku waktu penduduknya masih 1,2 juta jiwa mendapat 3 kursi, Sulawesi Utara 6 kursi dan Papua 10 kursi,“ terangnya.
Diceritakan, ketika Maluku protes minta 6 kursi sebagai haknya, tetapi kalau Maluku 6 kursi, Sulawesi 7 kursi dan Papua 13 kursi maka kursinya minimal 557 kursi. Tapi perdebatannya mundur sana mundur sini. Tiba-tiba Maluku menyodorkan jumlah penduduknya naik menjadi 1,4 juta jiwa. Dari 1,4 juta, 3 kursi tidak mungkin menjadi 4 kursi tapi karena kursinya hanya 550 maka KPU harus mencopot 1 kursi lagi, darimana? Dari Aceh tidak mungkin, sehingga korbannya NTB dari 11 kursi dicopot 1 kursi menjadi 10 kursi, karena prinsipnya tidak melanggar 425.000 jiwa.
NTB dicopot 1 kursi, NTB juga melakukan protes tapi sampai sekarang sudah diam. Tapi NTB lupa bahwa kursinya yang 1 itu adalah dicopot dari Lampung. Jadi sebelumnya Lampung memberi hadiah ke NTB 1 kursi sehingga mendapat 11 kursi. 1 kursi ini akhirnya diberikan ke Maluku menjadi 4 kursi.
„Syukur Maluku sekarang diam karena dapat 4 kursi, Sulawesi utara dapat 7 kursi tapi 4 kursi di Maluku mempersulit Parpol untuk merebut kursi. Sehingga bagaimanapun kesimpulannya Alokasi kursi di DPR Rl sangat susah. Kenapa KPU minta alokasi 560 kursi?, menurut Pipit ada alasannya yaitu 3 kursi akan diberikan ke Maluku supaya Maluku tetap 6 kursi, Sulawesi utara 7 kursi, Papua 13 kursi yang 3 kursi lagi dikembalikan ke Sumatera utara 1 kursi, Lampung 1 kursi dan Sumatera selatan 1 kursi, dan ini secara diam-diam akan dikembalikan KPU, dan kalau permintaan 560 kursi dikabulkan,“ katanya.
Hal ini memang bukan salahnya KPU tapi salahnya UU, karena KPU dipaksa main akal-akalan. Sekarang kursi teralokasi tetapi orang lupa bahwa diantara alokasi kursi itu ada yang dibawah kuota 325.000/kursi dan sekarang hasilnya hanya bisa ada pernekaran provinsi dan ini tidak ada dalam UU. Kemudian di Jawa ada 14 daerah pemilihan dan kuotanya diatas 425.000/kursi, hasilnya alokasi kursi DPR RI rnerupakan alokasi kursi yang tersulit di dunia,“ tandasnya. (D5W)