Amandemen UU Pemilu Bergantung pada KPU
Kompas, 10 November 2003
Jakarta, Kompas – Rencana amandemen ketentuan alokasi kursi DPR seperti termuat dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 mengenai Pemilu Anggota Legislatif bergantung pada Komisi Pemilihan Umum. Jika KPU merasa UU tidak bisa diterapkan tanpa pelanggaran, KPU harus segera menyampaikan usulan rumusan perubahannya kepada DPR secara resmi.
Hal itu disampaikan Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPR M Yahya Zaini ketika tampil bersama Presiden Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Eropa Pipit R Kartawidjaja dalam talk show di Jakarta yang digelar Consortium for Voters Information Campaign, Sabtu (8/11).
Yahya menekankan, KPU sebaiknya secara resmi menyampaikan rumusan amandemen UU 12/2003 menyangkut jumlah kursi DPR dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR. Pilihan ini paling memungkinkan karena jika harus lewat panitia khusus prosesnya makan waktu relatif panjang.
Selama amandemen hanya dilakukan atas pasal tentang jumlah kursi DPR sebanyak 550 seperti termuat dalam Pasal 47 UU Nomor 12 Tahun 2003, hal itu relatif tidak sulit-meskipun perubahan itu akan menyeret perubahan terbatas pada UU 22/2003 mengenai Susunan dan Kedudukan Anggota MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Proses itu diperkirakan hanya perlu dua minggu saja atau selesai sebelum masa penutupan sidang, 19 Desember.
Sementara Pipit menyebutkan, ketentuan jumlah kursi DPR sebanyak 550 kursi memang tidak aplikatif, ketika dihadapkan dengan ketentuan alokasi kursi per provinsi. Jika UU 12/2003 diterapkan, jumlah kursi yang dibutuhkan lebih dari 550 kursi.
„Itu menunjukkan simulasi yang dilakukan DPR dan pemerintah saat pembahasan undang-undang tidak matang. Alokasi kursi DPR dipersulit dengan adanya pengaktifan Provinsi Kepulauan Riau dan Irian Jaya Barat,“ ujarnya.
Akibatnya, KPU pun terpaksa akal-akalan memilah provinsi induk dan provinsi pemekaran saat mengaplikasikan ketentuan perolehan kursi DPR setiap provinsi minimal sama pada Pemilu 1999.
Jika mau berhitung „bersih“, kursi DPR yang dibutuhkan sebanyak 565 kursi atau setidaknya 557 kursi dengan sekadar „mengembalikan“ jatah kursi Sulawesi Utara menjadi tujuh kursi, Maluku menjadi enam kursi, dan Papua menjadi 13 kursi sebagaimana semangat awal yang dimaksudkan pembuat undang-undang.
Menurut catatan Kompas, sejauh ini KPU memang masih „mengendapkan“ persoalan alokasi kursi DPR per provinsi. KPU sudah mengumumkan hasil pembahasan final alokasi kursi DPR 21 Agustus lalu, tetapi lalu mengundang protes, termasuk dari anggota DPR.
Kalau tidak ada amandemen UU 12/2003, KPU terpaksa mengubah hasil pembahasan final itu, setelah masuknya data termutakhir penduduk Provinsi Maluku hasil Pendaftaran Pemilih dan Pendataan Penduduk Berkelanjutan (P4B). (dik)