Perseteruan Internal Parpol Bisa Merembet
Kompas, 03 November 2003
Jakarta, Kompas – Konflik internal dalam tubuh partai politik bisa berlanjut pada tahapan penetapan calon terpilih anggota DPR dan DPRD. Saat ini terbaca kehendak parpol untuk menciptakan mekanisme internal yang sebenarnya bersinggungan dengan ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 mengenai Pemilu Anggota Legislatif.
Kekhawatiran itu disampaikan anggota Panitia Pengawas Pemilu (Panwas) Topo Santoso kepada wartawan di Jakarta, Minggu (2/11).
Topo sependapat, persoalan internal parpol merupakan hal pelik yang merupakan salah potensi sengketa Pemilu 2004. Jika prediksi awal potensi konflik internal parpol muncul saat pengajuan daftar calon anggota legislatif, kemungkinan konflik internal tersebut akan merembet pada saat tahapan penetapan calon terpilih. Ketentuan dalam undang-undang yang dinilai „tidak adil“ menjadikan kader parpol bisa mempertanyakan kembali mekanisme itu kepada penyelenggara pemilu. Bahkan, bisa memasukkannya sebagai sebuah pokok sengketa pemilu.
Topo menunjuk, ketentuan Pasal 107 Ayat (2) UU No 12/2003 yang menyatakan bahwa calon yang mencapai angka Bilangan Pembagi Pemilihan (BPP) ditetapkan sebagai calon terpilih. Jika memang parpol masih memiliki hak perolehan kursi, calon terpilih berikutnya ditetapkan berdasarkan urutan dalam daftar calon anggota legislatif. „Aturan itulah yang menjadi hukum positif yang harus ditegakkan, bagaimanapun tidak memuaskannya,“ kata Topo.
Sementara kenyataannya sekarang, sejumlah parpol mencoba mempersoalkan kembali cara penetapan calon terpilih tersebut. Ada yang menggagas penetapan calon terpilih anggota DPR dan DPRD dilakukan berdasarkan urutan perolehan suara. Meski dinilai lebih adil dalam sebuah sistem proporsional daftar terbuka, cara tersebut tetap saja bertentangan dengan ketentuan undang-undang. Selain itu, ada pula parpol yang menggagas mekanisme pengunduran calon terpilih di urutan atas pada daftar jika memang calon di bawahnya justru memiliki perolehan suara lebih banyak.
Jika cara tersebut yang dipergunakan, ketentuan Pasal 112 Ayat (1) UU No 12/2003 justru tidak ada artinya. Ketentuan mengenai penggantian calon terpilih menyatakan, „Penggantian calon terpilih hanya dapat dilakukan apabila calon terpilih tersebut meninggal dunia atau tidak lagi memenuhi syarat untuk menjadi anggota DPR dan DPRD.“
Mustahil
Secara terpisah, Presiden Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Eropa Pipit R Kartawidjaja dalam diskusi di Media Center KPU, Sabtu (1/11) menyebutkan, perseteruan internal dalam parpol nyaris mustahil dihindarkan. Potensi konflik itu bisa dibaca dari penetapan daerah pemilihan anggota DPR dan DPRD yang mengharuskan banyaknya penggabungan daerah administratif.
Kajian awal terhadap daerah pemilihan anggota DPRD kabupaten/kota pada 13 provinsi, mayoritas daerah pemilihan merupakan penggabungan dua sampai dengan sebelas kecamatan. Di Jawa Barat, hanya 20 dari total 129 daerah pemilihan anggota DPRD kabupaten/kota yang terbentuk dari sebuah kecamatan tersendiri. Di Jawa Timur, hanya 25 dari total 200 daerah pemilihan anggota DPRD kabupaten/kota yang terdiri satu kecamatan tersendiri. Bahkan menurut Pipit, hal mencolok terjadi di Kabupaten Sukabumi (Jawa Barat) ketika sepuluh kecamatan digabungkan sebagai sebuah daerah pemilihan dengan hanya tujuh kursi yang diperebutkan. (dik)