PAN Coba Terapkan Suara Terbanyak untuk Isi Kursi Legislatif
Kompas, 14 Agustus 2003
Jakarta, Kompas – Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional akan mengupayakan kebijakan internal di mana calon yang memperoleh suara terbanyak mengisi kursi hasil perolehan PAN. Akan tetapi, kebijakan tersebut akan bertentangan dengan Undang-Undang Pemilu Nomor 12 Tahun 2003.
Menurut fungsionaris Dewan Pimpinan Pusat PAN Ahmad Farhan Hamid hari Rabu (13/8), keinginan PAN tersebut telah diajukan kepada Komisi Pemilihan Umum dan sedang didalami. Sementara menurut anggota KPU Hamid Awaluddin, jika hal tersebut dilakukan oleh PAN, ini berarti menyimpang dari aturan dalam UU No 12/ 2003 Pasal 107. Pasal itu menyebutkan, jika nama calon dalam daftar tidak mencapai angka bilangan pembagi pemilih (BPP), maka penetapan calon terpilih berdasarkan nomor urut dalam daftar calon di daerah pemilihan yang bersangkutan.
Angka BPP merupakan harga suara untuk satu kursi di suatu daerah pemilihan. Angka itu diperoleh dengan membagi jumlah total suara sah semua partai di suatu daerah pemilihan dengan jumlah jatah kursi di daerah pemilihan yang bersangkutan.
Farhan mengatakan, kebijakan itu diambil untuk menghargai masyarakat pemilih yang tidak hanya memilih partai, tetapi juga memilih orang. „Dengan syarat suara yang diperoleh calon tersebut minimal 50 persen plus satu, dia akan mengambil sebagai anggota legislatif terpilih,“ katanya.
Menanggapi hal itu, Hamid mengatakan, KPU tidak dapat membuat kebijakan apa pun atas permohonan PAN sebab KPU hanyalah pelaksana dari UU tersebut.
„Jadi, jika ada partai yang lakukan itu seperti PAN, akan kami ingatkan berdasarkan ketentuan UU yang sudah sah itu,“ ujar Hamid.
Hamid mengatakan, sesuai undang-undang, anggota legislatif terpilih akan disahkan oleh KPU. Dia menambahkan, KPU tidak dapat mengesahkan anggota legislatif terpilih yang ditetapkan berdasarkan suara terbanyak bukan berdasarkan nomor urut.
„Saat parpol mengajukan daftar urutan calon anggota legislatif kepada KPU, sifatnya akan tetap, urutan tersebut tidak dapat diubah-ubah lagi oleh parpol. Apalagi karena kebijakan suara terbanyak,“ tegas Hamid.
Deputi Direktur Centre for Electoral Reform (Cetro) Hadar N Gumay mengatakan, meskipun keinginan PAN tersebut secara prinsip keadilan benar, namun karena UU mengatakan berbeda, maka PAN mau tak mau harus menuruti UU. Menurut Hadar, jika PAN menerapkan kebijakan suara terbanyak itu, bukan tidak mungkin calon yang menempati urutan atas-tetapi tidak mendapat suara terbanyak – akan menggugat.
Meminimalisasi suara sisa
Sementara itu, Presiden Komite Independen Pemantau Pemilu Eropa Pipit Kertawidjaya ketika mengajukan usulan pembentukan daerah pemilihan pada KPU di Jakarta, Rabu, mengatakan bahwa suara yang tidak terkonversi menjadi kursi dalam pemilu mendatang diperkirakan jumlahnya besar. Ini akan menjadi suara hangus.
Untuk itu, KPU perlu mencari jalan yang pas guna meminimalisasi suara sisa tersebut. Apalagi, UU No 12/2003 tentang pemilu legislatif tidak memuat secara khusus aturan mengenai bagaimana daerah pemilihan dan alokasi kursi DPR ditetapkan.
Menurut Pipit, persoalan pemetaan dan penetapan alokasi kursi merupakan persoalan rumit yang dihadapi KPU. Kerumitan ini bukan hanya disebabkan mekanismenya baru, tetapi juga karena ada tabrakan aturan yang terkait dengan pemetaan daerah dan alokasi kursi. Pasal 47 dan 48 serta penjelasannya pada UU No 12/2003 tidak sejalan satu sama lain sehingga sulit untuk dijalankan bersamaan.
Adapun untuk menetapkan daerah pemilihan yang bersifat penggabungan kabupaten, Pipit mengusulkan agar penggabungan itu juga menyertakan usaha untuk meminimalisasi suara hangus dan tingkat keterwakilan penduduk.
„Kami mengusulkan agar alokasi kursi dihitung berdasarkan penduduk gabungan dan bukan jumlah alokasi kursi per kabupaten/kota atau kecamatan. Dengan cara ini, sisa suara dan tingkat keterwakilan dari alokasi kursi berdasarkan penduduk gabungan akan lebih sedikit daripada alokasi kursi berdasarkan jumlah kursi per kabupaten/kota atau kecamatan,“ ujarnya.
Aturan yang ada untuk penetapan daerah pemilihan hanya menyebutkan bahwa penetapan itu dilakukan oleh KPU. Ketentuan yang perlu diingat adalah setiap daerah pemilihan mendapatkan alokasi kursi 3- 12 kursi, sedangkan total kursi DPR adalah 550. Selain itu, untuk menentukan jumlah kursi anggota DPR setiap provinsi ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk dengan memperhatikan perimbangan yang wajar. (b14/mam)