Penetapan Daerah Pemilihan Untungkan Golkar
Suara Pembaruan, 23 Juli 2003
JAKARTA – Penetapan daerah pemilihan, terutama di Pulau Jawa, akan menimbulkan persoalan besar. Penetapan daerah pemilihan dengan berapa pun jumlah kursi setiap daerah pemilihannya juga tetap akan menguntungkan partai-partai besar seperti Partai Golkar. Paling konkret hal itu akan terjadi di Jawa Timur yang menjadi basis Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Demikian antara lain benang merah pemikiran Presiden Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Eropa, Pipit Kartawidjaya dalam diskusi tetang daerah pemilihan yang diselenggarakan KIPP Indonesia di Jakarta, Selasa (22/7).
Dia menjelaskan, Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur harus dibagi ke dalam daerah-daerah pemilihan yang besar dengan alokasi kursi yang diperebutkan setiap daerah pemilihan juga besar. Tujuannya supaya tidak ada suara yang terbuang dan tidak terwakili.
Untuk diketahui dalam pasal 46 ayat (2) Undang-Undang (UU) No 12/2003 disebutkan, Penetapan daerah pemilihan anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota ditentukan oleh KPU dengan ketentuan setiap daerah pemilihan mendapatkan alokasi kursi antara 3 (tiga) sampai dengan 12 (dua belas) kursi.
Menurut dia, penetapan alokasi kursi yang kecil pada setiap daerah pemilihan akan menghalangi partai-partai kecil untuk mendapat kursi dalam pemilu mendatang. Sebaliknya, hal itu hanya akan menguntungkan partai-partai besar. Bahkan, kalaupun KPU menetapkan alokasi kursi antara delapan sampai 12 setiap daerah pemilihan, ketetapan itu hanya akan menguntungkan partai-partai besar seperti Golkar.
Sehubungan dengan itu, dia mengatakan, dalam Pemilu 2004 partai-partai yang berpeluang meraih suara adalah Partai Golkar, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sedangkan PKB dan Partai Amanat Nasional (PAN) pun diperkiarakan akan sulit meraih suara dalam Pemilu 2004 mendatang.
Pada bagian lain dia menjelaskan, untuk menghindari persoalan yang bisa berakibat luas, penetapan daerah pemilihan harus memperhatikan penyebaran penduduk dan pendukung partai politik.
Dia mencontohkan pembagian daerah pemilihan di kota Surabaya berpotensi menimbulkan persoalan besar. Pasalnya, ada daerah pemilihan yang terhimpit daerah pemilihan yang lain. Akibatnya, daerah pemilihan yang terhimpit itu akan “dicaplok” daerah pemilihan tetangganya yang lebih luas. Sementara, kata dia, dalam UU No 12/2003 tidak diatur tentang kriteria-kriteri pembuatan daerah pemilihan. <>