Kesalahan Sistem Alokasi Kursi di Indonesia
Rumah Pemilu.org, 19 September 2017
http://www.rumahpemilu.org/in/read/11860/Kesalahan-Sistem-Alokasi-Kursi-di-Indonesia
oleh Amalia
Menjamin alokasi kursi pada badan legislatif secara adil merupakan hal yang penting. Selain membantu pemerintahan berjalan efektif dan efisien, alokasi yang proporsional juga meningkatkan partisipasi semua daerah dalam rangka perwujudan negara kesatuan yang menjunjung asas keadilan. Akan tetapi, terjadi kesalahan pandangan terhadap alokasi kursi yang harus segera diselesaikan.
“Tahun 2004 itu adalah akar lahirnya sistem alokasi sekarang. Di situ disebutkan bahwa alokasi kursi DPR tidak boleh kurang dari pemilu sebelumnya. Padahal, alokasi seharusnya ditinjau ulang setiap sepuluh tahun sekali berdasarkan jumlah penduduk. Realokasi ini penting dilakukan, sebab pemilu seharusnya dapat menjadi instrumen pertumbuhan wilayah dan penyesuaian bagi hak keterwakilan,” jelas Peneliti Senior Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD), Pipit R. Kartawidjaja, pada diskusi “Konstitusionalitas dan Problematika Alokasi Kursi DPR RI Pemilu Indonesia” di Cikini, Jakarta Pusat (18/9).
Selain perlu diadakan alokasi ulang per periode tertentu, alokasi juga harus dilakukan secara adil dan proporsional. Penambahan dan pengurangan kuota kursi harus dilakukan secara terbuka berdasarkan ketentuan UU.
“Ada beberapa provinsi yang dikasih kursi tambahan dari mengambil jatah kursi milik provinsi lain. Misalnya, jatah 13 kursi untuk Papua dikurangi 3 untuk Papua Barat. Alasannya karena Papua Barat merupakan daerah pemekaran Papua. Padahal, Sulawesi Selatan tidak mengalami pengurangan kursi atas wilayah pemekarannya, yakni Sulawesi Barat,” tandas Pipit.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh SPD, di Indonesia telah terjadi peningkatan ketimpangan alokasi kursi. Pada Pemilu 2004, ketimpangan keterwakilan terjadi di 12 daerah. Pada Pemilu 2009, ketimpangan terjadi di 14 daerah. Lalu pada Pemilu 2014, ketimpangan terjadi di 18 daerah. [Amalia]
Alokasi Kursi DPR RI Inkonstitusional karena Tidak Proporsional
oleh Amalia
Sistem alokasi kursi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dinilai tidak proporsional dan tidak taat Undang-undang (UU). Banyak alokasi kursi di daerah yang dikurangi dan ditambahkan karena alasan yang tidak jelas. Harga kursi pun tidak sesuai dengan batas minimal dan maksimal yang disebutkan dalam UU. Hal ini tentu perlu diperbaiki agar lembaga legislatif RI berjalan efektif dan tidak menciderai hak warga negara.
“Di negara lain, alokasi kursi menjadi isu utama sebelum sistem pemilu diperdebatkan. Di Amerika Serikat contohnya, alokasi kursi itu naik turun, tidak seperti di Indonesia yang jumlah kursi di masing-masing provinsi tidak boleh kurang dari jumlah kursi tahun 1999,” kata Direktur Eksekutif Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD), August Mellaz, di Cikini, Jakarta Pusat (18/9).
Tidak proporsionalnya alokasi kursi daerah dapat dilihat dari, sebagai contoh, penentuan harga kursi di provinsi Jawa Barat (Jabar) yang menunjukkan kesenjangan yang mencolok. Harga kursi di daerah pemilihan (dapil) Jabar III dengan penduduk sebanyak 2.908.979, yakni 323.720 suara, sedangkan di dapil Jabar VI dengan penduduk sebanyak 3.691.500, yakni 615.250. Dengan harga kursi yang berbeda hampir dua kali lipat tersebut, dapil Jabar III mendapatkan 9 kursi, sedangkan dapil Jabar VI mendapatkan 6 kursi.
“Alokasi di Jabar itu inkonstitusionil, menciderai asas persamaan dan derajat keterwakilan, serta jelas tidak proporsionalitas. Apa yang dijadikan variabel penentu harga kursi di masing-masing dapil? Kita tidak tahu. Ini harus diperbaiki dengan alokasi ulang,” tandas August.
Peneliti Senior SPD, Pipit R. Kartawidjaja, menyebutkan bahwa berdasarkan UU Nomor 20/2004, harga kursi ditetapkan antara 325.000 hingga 425.000 suara. Setiap provinsi mendapatkan minimal 3 kursi. [Amalia]