Bahas RUU Pemilu, Pegiat Pemilu Sedot Ilmu di SPD
Harian Terbit, 06 Nopember 2016
Jakarta, HanTer – Pembahasan RUU Pemilu akan dihadapkan pada batasan waktu yang sempit. Karenanya, proses pembahasan RUU itu harus dilakukan secara fokus, efektif, dan mendengarkan aspirasi dari berbagai pihak, seperti masyarakat sipil dan pemilih.
”Point itu yang mengharuskan proses pembahasan RUU Pemilu harus memperhatikan tujuan pemilu itu sendiri,” peneliti Senior Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) Pipit R Kartawidjaja yang menjadi narasumber tunggal dalam diskusi peningkatan kapasitas jaringan yang dilaksanakan SPD kepada pegiat pemilu di kantor SPD, Kamis (3/11/2016).
Dalam diskusi tersebut, Pipit menekankan bahwa para pegiat pemilu harus diasupi beberapa isu krusial yang berkaitan dengan RUU pemilu. Seperti isu alokasi kursi DPR, penataan daerah pemilihan (dapil) dan metode penghitungan suara.
Hadir sebagai peserta diskusi itu yakni Heroik Pratama dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Masykurudin Hafidz dari Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Andrian Habibi dari Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Usep Hasan Sadikin dari Rumah Pemilu, Erik Kurniawan dari Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD), dan Nina Susilo dari salah satu wartawan surat kabar nasional.
„Harapan dari diskusi ini mampu memunculkan regenerasi serta regulasi yang ke depannya bisa menghasilkan sistem demokrasi yang tertib dan produktif,” kata Pipit.
Karena batasan waktu yang sempit itu, lanjut Pipit, pegiat pemilu terlebih dahulu melakukan pengayaan beragam persoalan krusial dalam RUU Pemilu itu sendiri. Sehingga, dialektika antara pegiat pemilu dengan pemerintah dan DPR menjadi lebih efektif. Dengan begitu, produk UU pemilu diharapkan mendekati dari tujuan pemilu itu sendiri.
Selain itu, menurutnya, pembahasan RUU Pemilu hendaknya memberikan porsi tersendiri agar terjadi perbaikan atas berbagai masalah dalam alokasi kursi dan pembentukan peta dapil, baik DPR, DPRD provinsi maupun DPRD kabupaten/kota.
Dilanjutkan Pipit, penataan alokasi kursi dan peta dapil, hendaknya memerhatikan struktur partai politik (parpol) dan wilayah administrasi pemerintahan. Selama ini isu tersebut kurang mendapatkan perhatian dan pendalaman baik oleh pembuat undang-undang serta penyelenggara pemilu.