Aksi menyemen kaki di Jerman untuk petani Kendeng
BBC Indonesia, 10 Mei 2017
http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-39871127
Sekitar 40 warga Jerman dari berbagai lembaga yang bergerak di bidang lingkungan hidup dan hak asasi manusia, menggelar aksi solidaritas untuk para petani di daerah Jawa Tengah, Kendeng, di depan Balaikota Heidelberg, Rabu (10/05).
Lima pengunjuk rasa bahkan menyemen kakinya pula, meniru aksi para petani Kendeng di depan Istana Presiden di Jakarta, pada pertengahan Maret lalu, seperti dilaporkan Arti Ekawati dari Heidelberg untuk BBC Indonesia.
Aksi tersebut dilakukan bertepatan dengan berlangsungnya Rapat Umum Pemegang Saham Heidelbergcement, pabrik semen yang memiliki saham mayoritas di PT Indocement Tunggal Prakasa yang akan mendirikan pabrik semen baru di Pati, Jawa Tengah.
- Meninggal, perempuan Kendeng pengunjuk rasa depan istana
- ‘Penyelundupan hukum’ dalam kasus izin pabrik semen di Kendeng?
- Para petani Kendeng kembali aksi menyemen kaki di Istana Negara
Salah seorang yang ikut menyemen kakinya, Basilisa Dengen, berharap aksinya akan membuat pihak perusahaan tidak melakukan standar ganda dalam melindungi lingkungan hidup, khususnya di wilayah Pegunungan Kendeng.
“Kami coba bangkitkan kesadaran warga Jerman akan keadaan ini. Dan karena semen ini berhubungan langsung dengan Jerman, banyak dari mereka bisa mengerti dan ikut menyuarakan keprihatinan saudara-saudara di Pati,” kata Basilisa, perwakilan Watch Indonesia!, kelompok pegiat di bidang hak asasi manusia dan lingkungan hidup.
Gunarti hadir
Unjuk rasa di depan Balaikota Heidelberg itu juga dihadiri oleh Gunarti, pegiat Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) yang sudah berada di Jerman sejak 23 April lalu untuk menggalang dukungan atas nasib mereka di Kendeng.
“Tujuan kami ingin membuka hati dan mengetuk hati saudara-saudara di Jerman, terlebih lagi khususnya pemegang saham dan dan yang punya Heidelbergcement.”
Gunarti menambahkan bahwa para petani di Kendeng juga merasa terancam dengan rencana pendirian pabrik semen PT Indocement yang sudah dimulai sejak tahun 2010.
“Kalau ada pabrik semen, akan menambah kesengsaraan kami sebagai petani karena begitu lahan diambil, kami sudah tidak bisa bertani lagi dan begitu gunung diambil maka sumber air sudah tidak ada lagi. Padahal sumber air dan tanah itu kan sumber kehidupan manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan,” jelasnya.
Dukungan terhadap para petani Kendeng ini diungkapkan oleh Leah Schmid, seorang mahasiswa Universitas Heidelberg yang ikut dalam aksi tersebut.
“Kami tidak bisa diam saja menyaksikan perusahaan Heidelbergcement mendirikan pabrik semen yang akan mengorbankan sumber air warga di Indonesia,” ujarnya.
Pengunjuk rasa lainnya, Uli Malisius, mengatakan pembangunan sektor industri yang mungkin akan membawa perubahan pada sebuah wilayah, seperti pembangunan pabrik semen, perlu mendapat perhatian serius dari semua pihak.
“Harus ada pihak yang menginvestigasi apa yang sebenarnya terjadi di lapangan. Semua proses harus berjalan dengan transparan. Karena itu, aksi seperti ini menurut saya bagus untuk turut mengontrol apa yang sebenarnya sedang terjadi,” jelas seorang perencana kota yang ikut meramaikan aksi depan Balaikota Heidelberg.
- Aksi mengecor kaki dengan semen dan berbagai ‘protes ekstrem’ lain
- Tolak pembangunan pabrik semen, sembilan perempuan cor kaki
- Sengketa pabrik semen, penduduk pegunungan ‘memuji’ Mahkamah Agung
Selain aksi protes Rabu (10/05), para aktifis juga melakukan pemutaran film dokumenter dan diskusi mengenai kehidupan warga yang hidupnya bergantung kepada pasokan air dari pegunungan karst.
Pemutaran film dilangsungkan di 10 kota di Jerman diantaranya yaitu Berlin, Cologne dan Heidelberg.
Usai menyampaian pendapat di RUPS Heidelbergcement, Gunarti mengatakan pihak perusahaan berjanji akan mengadakan pertemuan dengan PT Indocement di Jakarta dalam 10 hari ke depan.
“Mereka belum bisa memastikan apakah akan terus melanjutkan pembangunan di Pati tapi juga belum bisa menyatakan untuk menutup. Ayo terus ingatkan para pemegang saham agar mereka sadar. Jangan lihat kegiatan ini untuk hanya membela Kendeng, tapi lebih kepada membela ibu bumi,” jelasnya kepada para pegunjuk rasa, seperti dilaporkan Arti Ekawati.
‘Menguntungkan penduduk’
Pegunungan kapur yang terbentang dari Pati hingga Rembang mengundang minat para produsen semen, seperti PT Semen Indonesia dan PT Indocement Tunggal Prakarsa.
Pada 8 Desember 2014, Bupati Pati sudah mengeluarkan izin pendirian pabrik semen untuk PT Sahabat Mulia Sakti (SMS), anak perusahaan PT Indocement, yang mayoritas sahammya dimiliki Heidelbergcement Group.
Warga menolak penerbitan izin tersebut dengan melakukan gugatan ke PTUN Semarang yang kemudian dimenangkan oleh warga namun pihak perusahaan mengajukan banding ke PTUN Surabaya dan memenangkan gugatan tersebut.
Bagaimanapun warga tidak menyerah dan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dan kembali ditolak MA pada Maret lalu sehingga PT SMS dapat melanjutkan proses penambangan dan pembuatan pabrik semen di Pati.
Dalam siaran pers yang dirilis dalam bahasa Jerman pada akhir April lalu, Heidelbergcement Group menyatakan pendirian pabrik semen di Pati telah melalui proses perencanaan yang hati-hati dan berlangsung selama bertahun-tahun.
Rilis tersebut juga menyatakan bahwa anak perusahaannya, PT Indocement, telah membentuk perwakilan untuk memfasilitasi kontak dengan semua pemangku kepentingan, termasuk juga dengan warga samin dan beberapa NGO.
Lebih lanjut Heidelbergcement mengklaim pendirian pabrik baru tersebut tidak akan mengganggu pasokan air warga setempat karena air pabrik akan diambil dari air permukaan yang bersumber utama dari air hujan dan sungai-sungai di sekitar pabrik yang ditampung dalam sebuah penampungan khusus.